Selasa, 28 April 2009

TERJEMAHAN AL-QURAN SURAT AL-BAQARAH AYAT 6 SAMPAI 10


CIRI-CIRI ORANG KAFIR DAN MUNAFIK

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لاَ يُؤْمِنُونَ (6) خَتَمَ اللهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ وَعَلَى سَمْعِهِمْ وَعَلَى أَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ (7) وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ آَمَنَّا بِاللهِ وَبِالْيَوْمِ الآَخِرِ وَمَا هُمْ بِمُؤْمِنِينَ (8) يُخَادِعُونَ اللهَ وَالَّذِينَ آَمَنُوا وَمَا يَخْدَعُونَ إِلَّا أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ (9) فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللهُ مَرَضًا وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ (10)

Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman.(6) Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat.(7) Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian", padahal mereka itu sesung-guhnya bukan orang-orang yang beriman.(8) Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, pada hal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.(9) Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.(10)

URAIAN AYAT

Ayat ke-6 dan ke-7 menggambarkan tipe orang-orang kafir dan ciri-ciri kekafiran itu sepanjang masa:

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لاَ يُؤْمِنُونَ (6)
Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman.(6)

Alangkah jauhnya perbedaan antara tipe orang-orang yang bertaqwa dengan tipe orang-orang yang kafir.

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا
Sesungguhnya orang-orang kafir,

Kalau Al-Quran ini adalah petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa, maka ia tidak berfungsi sama sekali bagi orang-orang kafir. Meskipun hanya sekedar memberi peringatan.

سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لاَ يُؤْمِنُونَ (6)
sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman.

Jika pintu hati orang-orang yang bertaqwa terbuka lebar untuk menerima sinar dan petunjuk Al-Quran, dan adanya tali batin yang mengikat hubungan mereka dengan alam dan Penciptanya, antara yang lahir dengan yang bathin, antara yang ghaib dengan yang nyata… maka di sini terkunci mati.

خَتَمَ اللهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ وَعَلَى سَمْعِهِمْ
Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka,

Sehingga mereka tidak dapat menerima petunjuk, dan segala macam nasehatpun tidak akan berbekas padanya.

وَعَلَى أَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ
dan penglihatan mereka ditutup.

Mereka tidak dapat memperhatikan dan memahami ayat-ayat Al-Quran yang mereka dengar dan tidak dapat mengambil pelajaran dari tanda-tanda kebesaran Allah yang mereka lihat di cakrawala, di permukaan bumi dan pada diri mereka sendiri. Perhatian mereka hanya tertuju pada kehidupan duniawi; kepada yang akan busuk dan yang akan lapuk…

Alangkah jauhnya perbedaan antara orang-orang yang bertaqwa dengan orang-orang kafir ini…

وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ (7)
Dan bagi mereka siksa yang amat berat.

Allah SWT menegaskan pada surat Al-A'raf (7): 179:

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لاَ يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لاَ يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آَذَانٌ َ يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الغَافِلُونَ (179)

Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.

Melalui ayat ini tampaknya bahwa; Kedatangan azab Allah kepada orang-orang yang mendustakan ayat-ayatNya dengan cara istidraj yakni: dengan membiarkan orang itu bergelimang dalam kesesatannya, hingga orang itu tidak sadar bahwa dia didekatkan secara berangsur-angsur kepada kebinasaan.

Demikianlah orang-orang kafir yang mempunyai hati yang terkunci dan penglihatan yang tertutup selubung…

Lanjutan ayat ini menguraikan tentang tipe manusia yang tidak sejernih dan setransparan tipe pertama (orang-orang yang bertaqwa) dan tidak sekelam tipe kedua (orang-orang yang kafir). Tetapi mempunyai hati yang kusam dalam ras, terombang-ambing antara keimanan dengan kekafiran, kadang-kadang mendapat cahaya, namun cahaya itu segera sirna. Itulah golongan munafik.

Golongan ini menyatakan diri sebagai mukmin yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, namun hanya sebatas ucapan kata. Sedangkan amal perbuatan dan budi pekerti mereka sangat jauh dari nilai-nilai iman itu sendiri.

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ
Di antara manusia ada yang mengatakan:

آَمَنَّا بِاللهِ وَبِالْيَوْمِ الآَخِرِ
"Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian",

Bentuk seperti ini betul-betul terjadi di Medinah pada masa ayat ini turun dan senantiasa akan kita jumpai sepanjang sejarah manusia. Biasanya manusia munafik muncul dalam kondisi ummat Islam mulai kuat dan mereka tidak mempunyai pilihan lain untuk menyatakan keingkarannya. Mereka berbuat demikian dilatar belakangi oleh aneka ragam motivasi yang rendah; karena mengejar ambisi duniawi.

Jenis manusia munafik ini umumnya kita temukan pada golongan atas (elit), mereka tidak berani menghadapi kebenaran, baik secara tegas maupun menolaknya secara terang-terangan.

Kita mengenal dalam sejarah bahwa nama tokoh pemimpin munafik ini adalah Abdullah bin Ubay bin Salul. Ia adalah satu-satunya pemimpin masyarakat Yastrib (Medinah) yang diharapkan oleh dua suku yang bertikai; Aus dan Khazraj sebagai tokoh pemersatu mereka setelah menjalani perang saudara yang berkepanjangan. Tetapi sebelum kedua suku ini menobatkannya menjadi raja, maka terjadilah peristiwa masuk Islamnya kedua suku ini. Sinar Islam telah memenuhi hati mereka yang sebelumnya berada dalam kegelapan… Berkat rahmat Allah, maka Islam telah mengikat hati sesama mereka dengan ikatan persaudaran yang tiada tara… Dan akhirnya Rasulullah SAW berhijrah ke Medinah.

Kedatangan Islam dan hijrah Rasul SAW dipandang oleh Abdullah bin Ubay bin Salul sebagai tragedi yang menghilangkan pamor dan jabatan yang sebelumnya sangat ia harapkan. Ia mengira bahwa kehadiran Rasulullah SAW di tengah kehidupan ummat adalah dengan motif duniawi, mengejar pangkat, harta kekayaan dan segala atribut duniawi lainnya. Padahal beliau SAW hanyalah seorang utusan Allah untuk mengeluarkan ummat manusia dari kegelapan (jahiliyah) menuju cahaya (keimanan dan ketaqwaan)… Rasululah SAW dan ummat beriman adalah sangat jauh dari apa yang mereka perkirakan…

Melihat masyarakat Medinah yang sangat antausias menyambut kedatangan Islam, lalu berbondong-bondong memeluknya, maka tampil-lah Abdullah bin Ubay dan yang sepaham dengan sikap hypocrite (munafik); sikap bermuka dua, atau musang berbulu ayam. Setidak-tidaknya sebagai tameng untuk mempertahankan posisi dan status sosial yang disandangnya selama ini, dimana jika mereka menolak Islam, maka semua status sosial itu akan hilang lenyap. Namun, untuk menganut Islam secara tulus adalah berlawanan dengan hati nuraninya… mereka mempropagandakan diri bahwa mereka adalah beriman kepada Allah dan hari akhirat…

وَمَا هُمْ بِمُؤْمِنِينَ (8)
padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.(8)

Mereka merasa pintar dan mampu memperdayakan golongan orang-orang yang bertaqwa dan berusaha membuat makar untuk menghancurkan ummat beriman. Tiap-tiap ada kesempatan, maka mereka menikam dari dalam, menggunting dalam lipatan dan menukik kawan seiring. Tetapi bila kesempatan itu tertutup, maka mereka memper-lihatkan sikap seolah-olah dari golongan orang-orang yang beriman dan bertaqwa…

يُخَادِعُونَ اللهَ وَالَّذِينَ آَمَنُوا
Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman,

Jadi, mereka tidak insaf bahwa usaha mereka itu adalah sia-sia. Bahwa Allah Maha Mengetahui isi hati mereka dan Maha Berkuasa atas segala sesuatu… Dan Allahlah Pelindung dan Pembimbing ummat beriman dari segala tipu daya yang mereka lakukan…

Usaha mereka tidak lebih dari upaya menipu diri sendiri.

وَمَا يَخْدَعُونَ إِلَّا أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ (9)

pada hal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.(9)

Mereka tidak sadar atas prilaku mereka yang sia-sia itu.
فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ
Dalam hati mereka ada penyakit,

Keyakinan mereka terhadap kebenaran Nabi Muhammad SAW sangat lemah. Kelemahan keyakinan ini menimbulkan kedengkian, iri hati dan dendam terhadap Nabi SAW, agama dan orang-orang Islam.

فَزَادَهُمُ اللهُ مَرَضًا
lalu ditambah Allah penyakitnya;

Suatu penyakit yang menimbulkan penyakit lain; suatu penyimpangan… Penyimpangan tadi bermula dari sudut kecil. Lalu, setiap kali mereka melangkah, sudut itu semakin membesar dan bertambah.

وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
dan bagi mereka siksa yang pedih,

بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ (10)
disebabkan mereka berdusta.(10)


TERJEMAHAN AL-QURAN SURAT AL-BAQARAH AYAT 1 SAMPAI 5


AL-QURAN DAN CIRI-CIRI ORANG-ORANG BERTAQWA

الم (1) ذَلِكَ الْكِتَابُ لاَ رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ (2) الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (3) وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالآَخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ (4) أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (5)

Alif Laam Miim.(1) Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa,(2) (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka,(3) dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Qur'an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.(4) Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.(5)

URAIAN AYAT

Surat Al-Baqarah termasuk surat yang pertama-tama diturunkan sesudah hijrah dan merupakan surat yang paling panjang dalam Al-Quran. Menurut pendapat yang terkuat, ayat-ayat surat ini tidaklah diturunkan sampai selesai sebelum turun ayat-ayat dari surat lain. Dengan meneliti sebab-sebab turunnya beberapa ayat ini dan ayat-ayat dari surat Madaniyah lain – walaupun sebab-sebab itu bukanlah sebab yang pasti – menunjukkan bahwa ayat-ayat itu tidaklah diturunkan secara beruntun; tetapi beberapa ayat dari surat yang berikutnya sudah diturunkan sebelum surat yang terdahulu selesai. Adapun di dalam menentukan urutan surat, yang menjadi pegangan adalah turunnya ayat-ayat pertama dari surat; bukan seluruh ayat. Maka dalam surat Al-Baqarah ini kita jumpai ayat-ayat yang diturunkan di penghujung turunnya Al-Quran, seperti ayat riba. Sedangkan ayat dipermulaan surat menurut pendapat yang terkuat adalah ayat yang pertama turun di Medinah.

Ayat pertama dimulai dengan:

الم (1)
Alif Laam Miim.(1)

Ialah huruf-huruf abjad yang terletak pada permulaan sebagian surat-surat Al-Quran seperti; alif lam mim, alif lam raa, alif lam mim shad dan sebagainya.

Di antara ahli tafsir ada yang menyerahkan pengertiannya kepada Allah karena dipandang masuk ayat-ayat mutasyaabihaat dan ada pula yang menafsirkannya.

Golongan yang menafsirkannya ada yang memandangnya sebagai nama surat, dan ada pula yang berpendapat bahwa huruf-huruf abjad itu gunanya untuk menarik perhatian para pendengar supaya memperhatikan Al-Quran itu, dan untuk mengisyaratkan bahwa Al-Quran diturunkan dari Allah dalam bahasa Arab yang tersusun dari huruf-huruf abjad. Kalau mereka tidak percaya bahwa Al-Quran diturunkan dari Allah dan hanya buatan Muhammad SAW semata, maka cobalah mereka buat semacam Al-Quran ini.

Mukjizat Al-Quran ini sama saja dengan mukjizat semua ciptaan Allah, sama saja dengan membandingkan ciptaan Allah SWT dengan buatan manusia. Lihatlah tanah yang tersusun indah dari partikel-partikel dan telah dikenal ciri dan sifatnya. Jika manusia mengambil partikel-partikel ini, paling-paling manusia mampu membentuknya menjadi lempengan atau batu bata, atau mangkok, bangunan atau alat-alat dengan bentuk yang rapi… Tetapi Allah Maha Pencipta, menjadikan pertikel-partikel itu penuh gerak. Semuanya menyimpan mukjizat Ilahi… rahasia hidup, rahasia yang tidak kenal manusia.

Demikian pula dengan Al-Quran… manusia dapat merangkai huruf dan kata-kata menjadi kalimat, prosa dan syair; tetapi Allah menjadikan Al-Quran dan Al-Furqan… Maka perbedaan antara buatan manusia dengan ciptaan Allah dalam susunan huruf dan kata-kata ini adalah seperti perbedaan antara tubuh yang kaku dengan roh yang hidup; perbedaan antara bentuk hidup dengan hakikat hidup.

ذَلِكَ الْكِتَابُ لاَ رَيْبَ فِيهِ
Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya;

Telah nyata manusia tidak berdaya untuk menyusun huruf dan kata-kata seperti Al-Quran ini, lalu dari mana datangnya keraguan?

Al-Quran berulangkali menantang manusia yang meragukannya untuk menyusun huruf seperti Al-Quran, atau sepuluh surat, atau hanya satu surat saja. Namun sampai sekarang tidak ada seorang manusiapun yang sanggup menjawab tantangan ini.

هُدًى لِلْمُتَّقِينَ (2)
petunjuk bagi mereka yang bertakwa,(2)

Al-Quran adalah petunjuk hidup, cahaya dan pengarah yang gamblang. Dengan itu manusia akan terhindar dari bahaya kesesatan dan mantap menjalani kehidupan menuju tujuan sejati.

Tetapi tidak semua orang yang mampu memahami dan mengamalkan petunjuk Al-Quran ini… Ia adalah petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa…

Taqwa bukan hanya sebatas pengertian "takut" belaka…Taqwa adalah membuka pintu hati sehingga sinar Al-Quran masuk ke dalamnya… Taqwa mempersiapkan hati untuk menggapai petunjuk… Taqwa adalah memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya.

Selanjutnya diterangkan ciri-ciri orang-orang yang bertaqwa:

الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ
(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib,

Iman ialah kepercayaan yang teguh yang disertai dengan ketundukan dan penyerahan jiwa; dan ditandai oleh kemauan untuk mengerjakan apa yang dikehendaki iman; tanpa demikian sama sekali bukanlah iman.

Sedangkan "yang ghaib" ialah yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera…

Orang yang bertaqwa percaya kepada yang ghaib, yakni; meyakini adanya "yang maujud" di luar yang ditangkap panca indera, karena ada dalil yang menunjukkan adanya… Iman kepada yang ghaib adalah pintu gerbang pertama yang harus dilewati manusia untuk meningkatkan dirinya dari taraf binatang yang hanya menangkap sesuatu dengan panca indera, menanjak naik ke taraf manusia yang dapat memahami bahwa maujud ini jauh lebih besar dari yang ditanggapi panca indera, termasuk ciptaan manusia yang tak lebih dari pancaindera yang diperluas.

Hal ini akan melahirkan pengaruh yang sangat dalam kepada manusia dalam memahami hakikat wujud secara menyeluruh, termasuk memahami dirinya sendiri… merasakan bahwa alam ini tidak hanya alam fisik, tetapi di balik itu ada metafisik. Bahwa di balik yang kasat mata, ada kekuatan yang lebih besar dari alam dan mengatur segalanya… Dialah Allah SWT.

Hati yang dipenuhi keyakinan begini senantiasa bertaqarrub kepada Allah dan berubudiyah kepadaNya juga.

Selanjutnya ciri-ciri orang yang bertaqwa:

وَيُقِيمُونَ الصَّلاَةَ
yang mendirikan shalat

Shalat menurut bahasa Arab berarti; do'a. Menurut istilah syara' adalah ibadat yang sudah dikenal, dimulai dengan takbir dan disudahi dengan salam.

Mendirikan shalat yakni; menunaikannya dengan teratur, melengkapi syarat-syarat, rukun-rukun dan adab-adabnya, baik lahir maupun bathin, seperti khusu', memperhatikan yang dibaca dan lain sebagainya.

Bila kita mempelajari lebih mendalam sistem keagaan Islam, maka kita akan memahami bahwa fungsi shalat antara lain adalah sebagai media penghubung antara hamba dengan Khaliqnya…

Mereka yang hatinya penuh taqwa akan terjauh dari penghambaan diri kepada manusia atau kepada benda, dan hanya menghambakan dirinya kepada Allah Pemilik Kekuatan Mutlak tanpa batas. Lalu, menginsafi bahwa tujuan hidupnya bukanlah untuk membenamkan diri dalam kehidupan duniawi dan segala manifestasi-nya.

Hubungan yang erat dengan Allah SWT menimbulkan kesadaran bahwa segala rezeki yang diterima adalah karunia Allah SWT sebagai penunjang pengabdian kepadaNya; dalam arti yang seluas-luasnya.

وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (3)
dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka,(3)

Rezeki: segala yang dapat diambil manfa'at-nya… dan orang yang bertaqwa menafkahkan sebagian rezeki yang dianugerahkan Tuhan kepadanya, sesuai dengan pengarahan Al-Quran.

Kemudian, tentang lanjutan ciri orang bertaqwa:

وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالآَخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ (4)
dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Qur'an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.(4)

Mereka yang bertaqwa yang hatinya bersemi dengan siraman Al-Quran adalah bagian dari kafilah mukmin sepanjang sejarah, selalu memantapkan diri dalam pengabdian yang tulus kepada Ilahi. Mereka menyadari bahwa tanpa petunjuk Ilahi, maka manusia tidak akan pernah mampu memahami hakikat hidup sebenarnya. Petunjuk yang berupa wahyu itu diturunkan Allah kepada manusia melalui perantaraan para nabi dan rasul… dan, sebelum Allah menurunkan Al-Quran kepada Nabi Muhammad SAW maka Allah telah menurunkan KitabNya yang lain kepada nabi dan rasul terdahulu; semuanya bertujuan untuk membimbing manusia menempuh jalan yang benar, dan agar jangan terjerumus ke lembah kesesatan dan kenistaan.

Tetapi apa yang terjadi?

Kitab-kitab terdahulu seperti Taurat dan Injil, telah dinodai tangan-tangan jahil…

Berbeda dengan Al-Quran ini, dimana prinsif-prinsif yang terdapat pada wahyu terdahulu telah terangkum di dalamnya, telah dijamin Allah penjagaannya. Itulah yang ditegaskan Allah di dalam surat Al-Hijir ayat 9:

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ (9)
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.(QS.Al-Hijr: 9)

Pada ayat yang ke-5 surat Al-Baqarah ini, datanglah ketetapan Allah SWT:

أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (5)

Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.(5)

Mana lagi petunjuk yang lebih lurus dan lebih benar dari petunjuk Allah?

Jadi dengan menjadikan Al-Quran sebagai pedoman dalam menempuh liku-liku kehidupan ini, dan bersifat dengan sifat orang-orang yang bertaqwa, adalah sebagai kunci penentuan nasib peruntungan kita…


Minggu, 26 April 2009

TERJEMAHAN SURAT AL-FATIHAH


بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (1) الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (2) الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (3) مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ (4) إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (5) اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (6) صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ (7)

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.(1) Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam,(2) Maha Pemurah lagi Maha Penyayang,(3) Yang menguasai hari pembalasan.(4) Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan(5) Tunjukilah kami jalan yang lurus,(6) (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan ni`mat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.(7)

URAIAN AYAT

Surat Al-Fatihah diturunkan di Mekkah terdiri dari tujuh ayat, dan diturunkan secara lengkap di antara surat-surat Makkiyah. Dinamakan "Al-Fatihah", karena dengan surat inilah dibuka dan dimulainya Al-Quran. Ia juga dinamakan dengan "Ummul-Quran", atau "Ummul-Kitab", karena ia merupakan induk dan intisari Al-Quran.

Surat Al-Fatihah dinamakan pula dengan "As-Sab'ul Matsaaniy (tujuh yang berulang-ulang)", merupakan surat yang paling banyak dibaca kaum mukmin; minimal tujuh belas kali sehari semalam, setiap mengerjakan shalat fardhu berjamaah. Akan berlipat ganda lagi kalau seorang mukmin mengerjakan shalat-shalat sunat, karena shalat tidak sah tanpa membaca surat ini. Seperti diungkapkan dalam hadits shaheh Al-Bukhari dan Muslim yang bersumber dari Ubadah bin As-Shamit:

عن عبادة بن الصامت أَنَّ رَسُولَ اللهِ قَالَ: لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الكِتَابِ

"Tidak sah shalat bagi orang yang tidak membaca fatihatul kitab."

Terdapat perbedaan pendapat tentang basmalah pada surat ini, apakah termasuk ayat dari surat, atau satu ayat Al-Quran yang dibaca pada permulaan surat… Tetapi pendapat yang terkuat mengatakan bahwa basmalah adalah ayat dari surat Al-Fatihah:
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (1)

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.(1)

Membaca basmalah adalah disiplin dan sopan santun setiap mukmin dalam memulai setiap pekerjaan yang mengharapkan ridha Allah. Dan disiplin itu pula yang pertama-tama diwahyukan Allah SWT kepada Rasulullah SAW sewaktu pertama kali beliau menerima wahyu di Gua Hira':

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5)
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.(QS. Al-'Alaq: 1-5)

Nabi SAW menegaskan bahwa segala amal perbuatan yang tidak dimulai dengan basmalah adalah buntung; tidak bernilai ibadah… Dan menyebut Nama Allah adalah prinsip akidah setiap muslim, yang menjadikannya berbeda dari ummat lain.

اللهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلاَ يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ وَلاَ يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ (255)
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengan-tuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa`at di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.(QS. Al-Baqarah: 255)

Di permulaan surat Al-Fatihah ini yang merupakan permulaan Al-Quran, menyatakan sifat Ar-Rahman (Yang Maha Pengasih) dan Ar-Rahim (Yang Maha Penyayang), sebagai sifat yang mutlak milik Allah SWT… Yaitu mencakup segala pengertian rahmat; dengan segala jangkauan dan ruang lingkupnya. Di dalam kedua sifat ini terkandung hakikat hubungan antara Allah SWT dengan hambaNya. Bahwa Allah rahmatNya maha melimpah ruah kepada hamba-hambaNya…

Setiap kali seorang mukmin mengingat Allah, maka hatinya selalu dipenuhi oleh pujian kepada Tuhannya:
الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (2)

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam,(2)

Nikmat Allah senantiasa melimpah ruah kepada setiap makhluk… Tidak ada satu segi kehidupan-pun yang terlepas dari rahmat dan nikmat Allah… Segala puji bagi Allah…
Allah Rabbul 'alamin.

Rabb menurut tata bahasa Arab berarti; pemilik, atau berkuasa berbuat kebajikan dan mendidik… Berbuat untuk perbaikan dan pendidikan itu mencakup seluruh alam semesta.

Jadi Allah bukanlah seperti digambarkan oleh segelintir orang sebagai tuhan yang menciptakan alam semesta… Seteleh itu dia menyerahkan pengaturan ini kepada sekutu-sekutunya yang terdiri dari benda-benda di alam semesta ini, atau setelah menciptakan alam semesta, maka dia tidak memperdulikannya lagi… Semua konsepsi itu adalah keliru dan sesat menurut Al-Quran.

Jadi hubungan antara Pencipta dengan ciptaanNya tiada pernah terputus, berlaku abadi sepanjang waktu.

هُوَ الَّذِي يُصَوِّرُكُمْ فِي الأَرْحَامِ كَيْفَ يَشَاءُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (6)

Dialah yang membentuk kamu dalam rahim sebagaimana dikehendaki-Nya. Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(QS.3: 6)

وَهُوَ اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ لَهُ الْحَمْدُ فِي الأُولَى وَالآَخِرَةِ وَلَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (70)

Dan Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, bagi-Nyalah segala puji di dunia dan di akhirat, dan bagi-Nyalah segala penentuan dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (QS.28: 70)

إِنِّي تَوَكَّلْتُ عَلَى اللهِ رَبِّي وَرَبِّكُمْ مَا مِنْ دَابَّةٍ إِلاَّ هُوَ آَخِذٌ بِنَاصِيَتِهَا إِنَّ رَبِّي عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (56)

Sesungguhnya aku bertawakkal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak ada suatu binatang melatapun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus."(QS.11: 56)

Selanjutnya:
الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (3)
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,(3)

Kedua sifat ini kembali diulangi di dalam surat ini, menunjukkan bahwa kasih dan sayang Allah SWT tiada terbatas; kasih dan sayang mencakup segenap arti rahmatNya…

Jadi Allah SWT bukanlah tuhan seperti yang dianggap oleh mitologi Yunani sebagai tuhan Olimpus yang mengejar-ngejar musuhnya, atau tuhan yang berbuat makar dan mendendam kepada musuhnya seperti yang tercantum dalam dongengan Perjanjian Lama; menara Babil.

Kasih dan sayang Allah senantiasa melimpah ruah; Dia selalu menghamparkan rahmatNya ke-pada seluruh hambaNya… Dia selalu membuka pintu rahmat kepada hambaNya dan berkenan menerima taubat hambaNya, meskipun sebelum-nya hamba itu memikul dosa setinggi langit, sedalam samudera.
مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ (4)
Yang menguasai hari pembalasan.(4)

Allah merajai dan menguasai hari pembalasan, atau hari akhirat… Hal ini menginsafkan mukmin akan perjalanan hidupnya… bahwa, nasibnya bukanlah berakhir di dunia ini… Dunia hanyalah sebagai salah satu terminal perhentian dalam perjalanan panjang menuju alam sana; di akhirat.

Dan, keyakinan kepada hari akhirat ini merupakan salah satu pola terpenting dalam akidah Islamiyah… Keyakinan ini pulalah sebagai garis demarkasi (pemisah) antara mukmin dengan yang bukan mukmin, karena sesungguhnya banyak orang yang percaya kepada wujud Allah SWT, tetapi mereka tidak percaya kepada hari akhirat. Sikap ini pula yang dipamerkan oleh kafir Quraisy kepada Rasulullah SAW sewaktu menerima dakwah Rasulullah SAW:

ق وَالْقُرْآَنِ الْمَجِيدِ (1) بَلْ عَجِبُوا أَنْ جَاءَهُمْ مُنْذِرٌ مِنْهُمْ فَقَالَ الْكَافِرُونَ هَذَا شَيْءٌ عَجِيبٌ (2) أَئِذَا مِتْنَا وَكُنَّا تُرَابًا ذَلِكَ رَجْعٌ بَعِيدٌ (3)

Qaaf. Demi Al Qur'an yang sangat mulia.(1) (Mereka tidak menerimanya) bahkan mereka tercengang karena telah datang kepada mereka seorang pemberi peringatan dari (kalangan) mereka sendiri, maka berkatalah orang-orang kafir: "Ini adalah suatu yang amat ajaib".(2) Apakah kami setelah mati dan setelah menjadi tanah (kami akan kembali lagi)?, itu adalah suatu pengembalian yang tidak mungkin.(QS. Qaaf: 1-3)

Atau Firman Allah SWT di dalam surat Yasin ayat 78 sd 80:
وَضَرَبَ لَنَا مَثَلاً وَنَسِيَ خَلْقَهُ قَالَ مَنْ يُحْيِي الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيمٌ (78) قُلْ يُحْيِيهَا الَّذِي أَنْشَأَهَا أَوَّلَ مَرَّةٍ وَهُوَ بِكُلِّ خَلْقٍ عَلِيمٌ (79) الَّذِي جَعَلَ لَكُمْ مِنَ الشَّجَرِ الأَخْضَرِ نَارًا فَإِذَا أَنْتُمْ مِنْهُ تُوقِدُونَ (80)

Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami; dan dia lupa kepada kejadiannya; ia berkata: "Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?"(78) Katakanlah: "Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk,(79) yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu."(80)

Keyakinan kepada hari pembalasan menim-bulkan pengaruh yang sangat dalam pada kehidupan mukmin, bahwa; tidak ada secuil apapun kebajikan yang sia-sia, dan tidak ada satu segi kejahatanpun yang luput dari pengawasan Allah… mana-mana kebajikan yang diremehkan di sini, maka tetap akan diperhitungkan di sana, dan mana-mana kejahatan yang disembunyikan di sini, maka pasti akan dibalas di sana. Oleh sebab itu seorang mukmin senantiasa berupaya semaksimal mungkin menjalani kehidupan sekarang dalam naungan pengabdian kepada Allah SWT dan mengharapkan ridhaNya semata…

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (5)

Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan(5)

Hanya kepada Allah kami mengabdi…

Inilah keyakinan yang menggelora dalam jiwa setiap mukmin, bahwa segala sesuatu adalah makhluk Allah, dan tiada daya upaya selain dari izin Allah SWT belaka. Bagaimanapun bentuk daya upaya yang mencengangkan manusia di alam semesta ini, maka semuanya adalah dari Allah… Oleh sebab itu, segala bentuk godaan, rayuan dan pemaksaan yang bertujuan untuk memalingkan seorang mukmin dari pengabdian-nya kepada Allah, sama sekali tidak akan mem-pengaruhi hatinya.

Seorang mukminpun sadar bahwa banyak sekali godaan dan rayuan yang akan memutar haluan hidupnya dari menghambakan diri kepada Allah, untuk itu dia selalu bermohon kepada Tuhannya agar memberinya bantuan pertolongan menempuh hiruk pikuk kehidupan ini , sehingga selalu mantap pada jalan yang lurus.

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (6)

Tunjukilah kami jalan yang lurus,(6)

Jalan yang lurus… Jalan yang mengantarkan manusia menuju tujuan hidup hakiki; yaitu untuk mengabdikan diri kepada Allah SWT dan sebagai khalifah Allah di bumi ini… Dan… Jalan yang mengantarkan mukmin ke destinasi terakhir, dalam surga yang penuh kenikmatan…

صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ

(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan ni`mat kepada mereka;

Jalan hidup para nabiyyin wal mursalin, para syuhadak dan para shalihin; yang senantiasa diberi Allah taufiq dan hidayah, sehingga mereka mantap dalam pengabdian dan beramal shaleh selagi hayat dikandung badan…

غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ (7)

bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.(7)

Bukan seperti orang-orang yang mengenal yang hak, tetapi mereka berpaling, dan bukan pula orang yang sesat; jauh dari yang hak dan sama sekali tidak mendapat petunjuk.

Surat Al-Fatihah meskipun ringkas, namun merangkum pola dasar akidah Islamiyah dan mencakup dasar-dasar praktis kehidupan mukmin saban waktu. Di sini pula kita dapat memahami hikmah diulang-ulangnya dibaca pada setiap rakaat shalat…

Dalam hadits shaheh Al-Bukhari dari Muslim yang bersumber dari Abu Hurairah dinyatakan:

سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ قَالَ اللهُ تَعَالَى قَسَمْتُ الصَّلاَةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ ( الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ) قَالَ اللهُ تَعَالَى حَمِدَنِي عَبْدِي وَإِذَا قَالَ ( الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ) قَالَ اللهُ تَعَالَى أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي وَإِذَا قَالَ ( مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ ) قَالَ مَجَّدَنِي عَبْدِي وَقَالَ مَرَّةً فَوَّضَ إِلَيَّ عَبْدِي فَإِذَا قَالَ ( إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ ) قَالَ هَذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ فَإِذَا قَالَ ( اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ ) قَالَ هَذَا لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ

"Rasulullah SAW bersabda: Allah Ta'ala berfirman: Aku telah membagi dua shalat, bahwa separoh adalah untukKu dan separoh lagi untuk hambaKu, dan untuk hambaKu itu apa yang dia pinta… Kalau hambaKu membaca "Alhamdu-lilaahi Rabbil 'Alamin", Allah berfirman: Hamba-Ku sedang memujiKu. Kalau ia menyebut "Ar-Rahmaanir-Rahiim", Allah berfirman: HambaKu sedang memujaKu. Kalau ia menyebut: Maaliki yaumiddin", Allah berfirman: HambaKu sedang mengagungkanKu. Dan sekali Ia berfirman: HambaKu menyerahkan diri kepadaKu. Kalau ia menyebut "Iyyaaka na'budu wa iyyaaka nasta'iin", Allah berfirman: Inilah batas antaraKu dengan hambaKu, maka untuk hambaKu itu apa yang dia pinta. Kalau ia menyebut "ihdinas-shiraathal mustaqiim. Shiraathalladziina an'amta 'alaihim, ghairil maghdhuubi 'alaihim waladh-dhaalliin", Allah berfirman: Ini untuk hambaKu, untuknya apa yang dia pinta."

Jadi, surat Al-Fatihah, meskipun ringkas adalah sebagai intisari Al-Quran, sekaligus sebagai pola dasar yang mendasari kehidupan setiap mukmin.

Sabtu, 25 April 2009

AL QURAN SINAR KEHIDUPAN (Pengantar Juz I)

MUKADDIMAH
بسم الله الرحمن الرحيم


Alangkah pendeknya perjalanan hidup kita di dunia fana ini…

Jika kita mencoba mengukur jarak antara hidup dengan mati, maka kita dapat mengukur jarak antara jantung dengan kerongkongan…!

Sungguh, alangkah pendeknya jarak antara hidup dan mati…

Dalam pada itu, perjalanan hidup kita, rupanya tidak seimbang dengan angan-angan, harapan dan cita-cita; yang selalu memaksa kita di blantika kehidupan ini untuk berpacu mengikuti arus gelombang yang datang tiada hentinya…

Generasi manusia silih berganti… masa terus berputar; dan kita berada di dalamnya…
Untuk apakah kita hidup?

Allah SWT menerangkan bahwa; tujuan hidup kita di bumi fana ini adalah untuk mengabdi kepadaNya. Di sini kita diangkatNya menjadi khalifah, dan beramal shaleh mempersiapkan bekal bagi kehidupan kita di alam sana…

Dalam rentang waktu yang berjalan sedemikian singkat, banyak sekali jalan-jalan kehidupan yang bersimpang siur di sana-sini; yang jika kita tidak waspada niscaya kita akan tersesat dan menuai celaka di alam keabadian sana…

Allah SWT Maha Pengasih lagi Maha Penyayang…

Dia telah berkenan melimpahkan rahmatNya kepada ummat manusia, mengutus para rasul membawa pelita yang menerangi kehidupan ini, sehingga tidak tersesat menempuh jalan…
Allah SWT telah berkenan mengutus Muhammad SAW, Rasul akhir zaman; membawa agama Islam; rahmat bagi semesta alam…

Dalam kegelapan jahiliyah, dan dalam rawa-rawa tumpukan konsep-konsep kehidupan yang simpang siur, maka melalui Muhammad SAW, Allah menurunkan sinar kehidupan yang jika kita berpegang teguh kepadanya, niscaya kita akan selamat dari dunia ini hingga di tempat sana…
Itulah Al-Quran…
"Al-Quran itulah budi pekerti Muhammad SAW", demikian jawaban isteri beliau 'Aisyah RA, kepada orang yang menanyakan tentang akhlak beliau.

Al-Quran telah berhasil mengeluarkan bangsa Arab jahiliyah, dari kehidupan biadab ke lapangan kehidupan yang penuh cahaya iman dan taqwa.

Al-Quran itu pula yang berada di tangan kita sekarang…

Ya, di tangan kita yang hidup di alam jahiliyah modern ini… Di alam; mayoritas ummat manusia tidak mempunyai pegangan hidup nan pasti; selain dari mengkonsumsi dan memproduksi, lalu mati…

Berbahagialah orang-orang yang hidupnya berada di bawah naungan dan sinar Al-Quran…
Dalam pada itu kita mendengar seruan Nabi SAW, yang menyatakan bahwa; sebaik-baik kamu adalah yang mempelajari Al-Quran dan mengajar-kannya…

Al-Quran yang diturunkan dalam bahasa Arab, sebagai pedoman hidup mukmin ini, tidak mungkin akan dipahami maksud dan tujuannya bagi kita yang berbahasa ibu yang bukan ber-bahasa Arab… Padahal kebutuhan kepada Al-Quran itu, adalah seperti kehidupan makhluk hidup kepada air…

Alhamdulillah, penterjemahan dan penafsiran Al-Quran ke dalam bahasa kita, telah banyak tersebar di sana-sini; yang dilakukan oleh para ulama; baik dengan menterjemahkan karya-karya tafsir berbahasa Arab, maupun yang disusun oleh ulama-ulama kita sendiri…

Jika Al-Quran itu diibaratkan seperti lautan yang maha luas, yang mengandung petunjuk hidup, hikmah dan ilmu pengetahuan, di mana kesemuanya mengantarkan manusia menuju kebahagiaan dunia dan akhirat, maka penter-jemahan dan penafsiran Al-Quran itu adalah seperti usaha-usaha penggalian hasil laut yang tiada habis-habisnya…

Demikianlah, di sela-sela perjalanan hidup penulis yang tak luput dari pergumulan dan pencarian hakikat hidup ini… Penulis terpanggil untuk meluangkan waktu yang amat pendek ini; sesuai dengan ilmu dan kemampuan yang sangat terbatas untuk ikut dalam rombongan orang-orang yang disebut Nabi SAW, bahwa:

عَنْ عُثْمَانَ رَضِي الله عَنْه عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ (رواه البخارى/4639)
Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari dan mengajarkan Al-Quran.

Meskipun keberadaan penulis adalah seperti seorang nelayan yang baru mencoba mendayung biduk ke tengah lautan dengan bekal yang sangat bersahaja…
Meskipun kadang-kadang di dalam hati datang terpaan rasa takut, kalau-kalau perjalanan hidup ini di terjang badai gelombang kehidupan, sehingga memporak-porandakan segala harapan dan cita-cita…

Meskipun ada rasa gamang, karena perjalanan hidup penulis, masih belum sepenuhnya mantap dalam naungan Al-Quran… Tetapi penulis bermohon kepada Allah; Penguasa Hati, semoga memberi penulis kemantapan menempuh jalan Al-Quran ini…

Penulis mencoba menggerakkan jemari, dan penulis berusaha membawa hati untuk mantap dengan Al-Quran ini…

Penulis dengar Allah berfirman
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ(69)
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjuk-kan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. (Al-Ankabut: 69)

Alhamdulillah, penulis mulai menterjemahkan dan menguraikan ayat Al-Quran ini, berpedoman kepada tafsir dan terjemahan yang ada; baik yang berbahasa Arab, maupun yang telah diterjemah-kan ke dalam bahasa Indonesia, dan tulisan ini penulis beri judul "Al-Quran Sinar Kehidupan".
Dengan tetap memohon taufiq dan hidayah Ilahi, maka dengan segala kekurangannya penulis hantarkan kepada kaum muslimin tulisan ini, yaitu juz pertama Al-Quran… Semoga Dia SWT berkenan memberi penulis kelapangan untuk melanjutkan juz-juz berikutnya…

Sebagai tulisan dari orang yang mempunyai ilmu terbatas, maka penulis yakin bahwa tulisan ini tidaklah akan memuaskan pihak-pihak yang mempunyai tinjauan dan pengetahuan yang mendalam… Tetapi setidaknya memberi manfaat kepada mereka yang pengetahuan Al-Qurannya setarap dengan penulis.

Sekali lagi, dengan Nama Allah penulis ber-tawakkal, dan mempersembahkan tulisan ini kepada kaum muslimin pecinta Al-Quran.
Kritik yang membangun dari semua pihak tetap penulis nantikan.

اللَّهُمَّ إِنِّي عَبْدُكَ وَابْنُ عَبْدِكَ وَابْنُ أَمَتِكَ نَاصِيَتِي بِيَدِكَ مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِي وَنُورَ صَدْرِي وَجِلاَءَ حُزْنِي وَذَهَابَ هَمِّي
"Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hambaMu, putera hambaMu, dan putera dari budak wanitaMu, ubun-ubunku di tanganMu, berlaku padaku hukumMu, adil padaku qadhaMu… Aku bermohon dengan segala Nama yang menjadi milikMu, yang dengan itu Engkau memberi NamaMu, atau Engkau ajarkan kepada salah seorang makhlukMu, atau Engkau turunkan dalam KitabMu, atau Engkau menentukan untuk diriMu di dalam ilmu ghaib di sisiMu, semoga Engkau menjadikan Al-Quran seperti musim semi di hatiku, nur di dadaku, penghilang duka dan pelenyap nestapaku.. Walhamdulillahi Rabbil 'Alamin!

Ujung Gading, 16 Ramadhan 1424 H
Wassalam

(Abdul Muis Mahmud)