Sabtu, 09 Mei 2009

TERJEMAHAN AL-QURAN SURAT AL-BAQARAH AYAT 11 SAMPAI 16


CIRI-CIRI ORANG MUNAFIK

وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لاَ تُفْسِدُوا فِي الأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ(11) أَلاَ إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَكِنْ لاَ يَشْعُرُونَ(12) وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ ءَامِنُوا كَمَا ءَامَنَ النَّاسُ قَالُوا أَنُؤْمِنُ كَمَا ءَامَنَ السُّفَهَاءُ أَلآ إِنَّهُمْ هُمُ السُّفَهَاءُ وَلَكِنْ لاَ يَعْلَمُونَ(13) وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ ءَامَنُوا قَالُوا ءَامَنَّا وَإِذَا خَلَوْا إِلَى شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ(14) اللهُ يَسْتَهْزِئُ بِهِمْ وَيَمُدُّهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ(15) أُولَئِكَ الَّذِينَ اشْتَرَوُا الضَّلاَلَةَ بِالْهُدَى فَمَا رَبِحَتْ تِجَارَتُهُمْ وَمَا كَانُوا مُهْتَدِينَ (16)
Dan bila dikatakan kepada mereka: Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan."(11) Ingatlah, sesungguh-nya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. (12) Apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman", mereka menjawab: "Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?" Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu. (13) Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: "Kami telah beriman." Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan: "Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok".(14) Allah akan (membalas) olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka. (15) Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.(16)

URAIAN AYAT

Kelompok ayat ini merupakan lanjutan ayat yang menerangkan watak orang-orang munafik; dimana mereka mempunyai hati yang kusam dalam ras, terombang ambing antara keimanan dan kekafiran, kadang-kadang mendapat cahaya, namun cahaya itu segera sirna… Mereka merasa pintar dan mampu memperdayakan golongan orang-orang yang bertaqwa, dan berusaha membuat makar untuk menghancurkan ummat beriman. Tiap kali ada kesempatan, maka mereka menikam dari dalam, menggunting dalam lipatan dan menukik kawan seiring. Tetapi apabila kesempatan itu tertutup, maka mereka memperlihatkan sikap seolah-olah dari golongan orang-orang yang beriman dan bertaqwa… Keyakinan mereka kepada kebenaran Nabi Muhammad SAW sangat lemah. Kelemahan keyakinan itu menimbulkan kedengkian, iri hati dan dendam terhadap Nabi SAW, agama dan orang-orang Islam.

Selanjutnya di sini dinyatakan:

وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لاَ تُفْسِدُوا فِي الأَرْضِ
Dan bila dikatakan kepada mereka: Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi,

Bumi dijadikan Allah SWT sebagai tempat tinggal kita sementara waktu untuk beribadah kepada Allah SWT dan beramal shaleh sebelum masa kematian – sebagai pintu gerbang akhirat – kita lewati. Maka hendaklah kita pelihara dari segala hal-hal yang akan merusak bumi dari tujuan dimana kita dijadikan Ilahi sebagai khalifah di sini. Tetapi orang-orang munafik malah berbuat sebaliknya… mereka memusuhi orang-orang beriman dan selalu mengupayakan agar nilai-nilai iman itu hancur dari kehidupan.

Mereka adalah penyebar kerusakan… Yaitu kerusakan yang lebih besar dari kerusakan benda; menghasut orang-orang kafir agar memusuhi dan menentang orang-orang Islam. Seharusnya mereka menghentikan perbuatan keji yang mereka lakukan dan segera menjunjung tinggi nilai-nilai iman dan kebenaran, sebelum murka Allah SWT menimpa mereka.
Ketika mereka diingatkan agar menghentikan perbuatan keji ini, maka:

قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ(11)
mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan."(11)

Jadi, mereka merasa bahwa perbuatan mereka adalah baik bahkan dengan pongah menyatakan diri sebagai orang-orang yang mengadakan perbaikan (reformis). Mereka berbuat demikian dengan perkiraan bahwa mereka mampu mempermainkan norma. Bila norma keikhlasan dan kesucian jiwa tidak benar lagi, maka rusak pulalah segala neraca dan nilai. Orang-orang yang tidak ikhlas demi Allah, tidak mungkin merasakan akibat jelek dari perbuatannya, karena ukuran baik dan buruk, benar dan salah, di dalam hati nurani telah dipengaruhi oleh hawa nafsu pribadi, bukan dikembalikan kepada konsepi Rabbani…

Jadi, sama sekali tidak ada perbaikan (reformasi) yang tidak bersumber dari keikhlasan dan konsepi Ilahi.

Selanjutnya ayat ini disusul dengan ulasan dan kesimpulan yang pasti:

ألاَ إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ
Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan,

Dan sudah merupakan sifat mereka pula untuk berbuat sewenang-wenang dan sombong kepada orang banyak dengan tujuan untuk meraih kedudukan palsu di mata manusia.

وَلَكِنْ لاَ يَشْعُرُونَ (12)
tetapi mereka tidak sadar.(12)

Watak orang-orang munafik yang muncul – ketika ayat ini diturunkan di Medinah – adalah watak yang senantiasa wujud sepanjang sejarah perjuangan ummat Islam.

وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ ءَامِنُوا كَمَا ءَامَنَ النَّاسُ
Apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman",

Tampak nyata bahwa seruan yang ditujukan kepada mereka di Medinah adalah agar mereka beriman dengan keimanan dan keikhlasan yang mantap yang steril dari segala pengaruh hawa nafsu, seperti imannya orang-orang yang ikhlas, yang tergabung dalam barisan muslimin secara menyeluruh, yang menyerahkan diri kepada Allah SWT dan membuka pintu hati nuraninya menerima ajaran Rasulullah SAW sepenuh jiwa… Tetapi mereka menolak seruan itu:

قَالُوا أَنُؤْمِنُ كَمَا ءَامَنَ السُّفَهَاءُ
mereka menjawab: "Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?"

Mereka menganggap bahwa seruan itu hanya pantas bagi golongan gembel dan pandir, bukan bagi golongan elite yang mempunyai kedudukan. Oleh sebab itu datanglah jawaban tegas dan pasti:

أَلآ إِنَّهُمْ هُمُ السُّفَهَاءُ
Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh,

Mereka orang-orang pandir yang dipermainkan oleh hawa nafsunya sendiri… dan mereka orang-orang yang menyeleweng dari jalan yang lurus karena hendak merebut bunga-bunga kehidupan dunia yang menipu.

وَلَكِنْ لاَ يَعْلَمُونَ (13)
tetapi mereka tidak tahu.(13)

Tetapi, kapan seorang dungu tahu dengan kedunguannya? Kapan seorang yang sesat merasakan bahwa dia telah jauh menyimpang dari jalan yang benar?

Kemudian diungkapkan ciri-ciri orang-orang munafik Medinah dan sejauh mana hubungan mereka dengan golongan Yahudi yang suka berbuat keonaran.

وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ ءَامَنُوا قَالُوا ءَامَنَّا
Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: "Kami telah beriman."

Mereka menganggap bahwa caci maki itu suatu kekuatan, dan tipu daya keji itu suatu kecerdasan, padahal pada hakikatnya adalah menunjukkan kelemahan dan kenistaan. Karena orang yang kuat tidaklah mencerca dan tidak pula berpura-pura, tidak menipu, tidak bersekongkol, dan tidak mencari-cari kesalahan orang secara sembunyi-sembunyi… tetapi orang-orang munafik tidak berani bersikap jantan. Mereka berpura-pura kalau bertemu dengan orang-orang beriman, karena takut disakiti dan dikucilkan, sekaligus sebagai taktik untuk menyebar teror dan menghancurkan ummat Islam dari dalam…

Seperti telah kita singgung dalam uraian yang sebelumnya, tokoh utama orang-orang munafik Medinah adalah Abdullah bin Ubay bin Salul yang dicalonkan untuk menjadi orang pertama (raja) suku Aus dan Khazraj – setelah kedua suku ini dijerat perang yang berkepanjangan dan mengerikan – namun kehadiran Rasulullah SAW telah merebut hati kedua suku ini dan ajaran Islam telah merobah sikap mental mereka sehingga dengan nikmat Allah maka mereka menjadi bersaudara. Padahal sebelumnya mereka seperti orang-orang yang berada di pinggir jurang api…
Masih adakah lagi kecenderungan hati mereka kepada tokoh manusia biasa yang jiwanya dipengaruhi oleh nafsu ambisius kekuasaan, dimana orang-orang yang dipimpinnya tidak sepi dari kemungkinan untuk dijadikannya sebagai kuda tunggangan pelajang bukit? Padahal di hadapan mereka telah tampil seorang pemimpin yang berat baginya segala yang menyusahkan mereka dan pengasih penyayang kepada orang-orang beriman?

Masih perlukah mereka kepada pemimpin lain padahal pemimpin yang berada di tengah-tengah mereka sama sekali tidak tergiur oleh nilai-nilai keduniaan yang dekil dan kerdil?

Tetapi Abdullah bin Ubay bin Salul dicengkeram oleh kepicikannya. Meskipun sebenarnya Rasulullah SAW bukanlah merebut kekuasaannya, dan Rasulullah SAW adalah seperti matahari yang menyinari kegelapan…

Abdullah bin Ubay bin Salul dan orang-orang yang bersamanya menghadapi dua pilihan; memeluk Islam atau mengkafirinya. Memeluk Islam adalah berlawanan dengan keirian dan kedengkian yang mencengkeram jantungnya, sedangkan mengkafiri Islam sama dengan melawan arus gelombang yang menggunung yang akan menghancurkan ambisi pribadinya yang gila jabatan… oleh sebab itu dia dan pengikutnya memilih sikap munafik.

Kondisi yang mengungkungi Abdullah bin Ubay bin Salul itu pula yang mengungkungi Yahudi Medinah. Mereka dicengkeram oleh kedengkian karena sang Nabi yang mereka harapkan bukan terlahir dari golongan mereka. Di sisi lain kehadiran Rasulullah SAW telah memporak porandakan taktik dan strategi keji selama ini mereka praktekkan pada masyarakat Aus dan Khazraj (golongan mayoritas) dimana dengan mengadu domba kedua suku ini agar selalu bermusuhan telah memberikan keuntungan ekonomi dan politik bagi mereka.

Orang-orang Yahudi ini senantiasa memimpin rencana keji untuk menghancurkan ummat Islam, untuk tampil sebagai otak intlektual bagi orang-orang munafik yang menghancurkan ummat Islam dari dalam.

Orang-orang munafik menganggap orang-orang Yahudi sebagai pemimpin yang disegani, padahal sudah nyata mereka adalah membawa jauh dari kebenaran; itulah syethan yang berbentuk manusia…

وَإِذَا خَلَوْا إِلَى شَيَاطِينِهِمْ
Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka,

Maksudnya: Pemimpin-pemimpin mereka orang-orang Yahudi yang menjadikan orang-orang munafik sebagai alat menghancurkan kaum muslimin dari dalam:

قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ (14)
mereka mengatakan: "Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok".(14)

Mereka hanya berpura-pura terhadap orang-orang beriman dengan menampakkan keimanan dan berpura-pura membenarkan… Mereka tidak sadar tindakan mereka itu adalah keliru besar… Mereka tidak merasa bahwa mereka berhadapan dengan Allah SWT; Penguasa langit dan bumi…

اللهُ يَسْتَهْزِئُ بِهِمْ
Allah akan (membalas) olok-olokan mereka

Alangkah celakanya mereka!

Mereka menghadapi celaka besar karena yang membalas olok-olokan mereka adalah Allah SWT Penguasa alam semesta…

وَيَمُدُّهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ (15)

dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka.(15)

Allah SWT membiarkan mereka terombang ambing dalam kesesatan tanpa pedoman dan tak tahu tujuan, seperti orang-orang yang berlayar di samudera lepas diterpa badai topan tanpa pedoman dan arah tujuan, lalu tenggelam dan mati mengenaskan…

Di sini jelas terlihat hakikat pimpinan Allah SWT kepada orang-orang beriman dalam menghadapi perjuangan, berupa ketenteraman dan kebahagiaan yang hakiki. Begitu pula akibat akhir yang mengerikan bagi musuh-musuh Allah yang kerdil, dibiarkan terombang ambing dalam kebutaan. Mereka dibiarkan sementara waktu melakukan kekejian, sedangkan di sana, akhir yang mengerikan menunggu mereka. Namun demikian mereka tetap terkatung-katung dalam kelalaiannya.

أُولَئِكَ الَّذِينَ اشْتَرَوُا الضَّلاَلَةَ بِالْهُدَى
Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk,

Mereka dapat meraih petunjuk itu kalau mereka mau. Petunjuk itu telah dibentangkan di hadapan mereka dan telah ada di tangan mereka, tetapi mereka membuangnya… mereka telah membeli kesesatan dengan petunjuk itu, suatu perniagaan yang sangat merugikan dan paling bodoh.

فَمَا رَبِحَتْ تِجَارَتُهُمْ
maka tidaklah beruntung perniagaan mereka

Petunjuk hidup adalah sesuatu yang sangat mahal, tidak dapat diperjual belikan dengan segala atribut duniawi. Namun orang-orang munafik telah sengaja memperjual belikannya demi menge-jar tujuan duniawi yang teramat murah.

Inilah kerugian yang sesungguhnya; kerugian yang menyesatkan dan yang mencelakakan.

وَمَا كَانُوا مُهْتَدِينَ (16)
dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.(16)

Orang yang tidak mendapat petunjuk adalah orang yang linglung dan senantiasa dalam kecemasan dan kebingungan! Mereka seperti orang yang dalam kegelapan… kegelapan itu mengundang rasa takut… Hati nurani mereka menjerit mengharapkan cahaya yang akan tiba.. tetapi mata mereka tidak mampu menantang cahaya yang menerangi alam…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar