Selasa, 04 Agustus 2015

TERJEMAHAN SURAT AL-BAQARAH AYAT 180 S/D 182

TENTANG WASIAT

كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالأَقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ(180) فَمَنْ بَدَّلَهُ بَعْدَمَا سَمِعَهُ فَإِنَّمَا إِثْمُهُ عَلَى الَّذِينَ يُبَدِّلُونَهُ إِنَّ اللهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ(181) فَمَنْ خَافَ مِنْ مُوصٍ جَنَفًا أَوْ إِثْمًا فَأَصْلَحَ بَيْنَهُمْ فَلاَ إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ(182)

Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapa dan karib kerabatnya secara ma`ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa. (180) Maka barangsiapa yang mengubah wasiat itu, setelah ia mendengarnya, maka sesungguhnya dosanya adalah bagi orang-orang yang mengubahnya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.(181) (Akan tetapi) barang-siapa khawatir terhadap orang yang berwasiat itu, berlaku berat sebelah atau berbuat dosa, lalu ia mendamaikan antara mereka, maka tidaklah ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(182)

URAIAN AYAT

Kumpulan ayat di atas berhubungan dengan kewajiban berwasiat bagi orang yang kedatangan tanda-tanda maut, untuk ibu bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf… jika meninggalkan harta…

كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ

Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut,

إِنْ تَرَكَ خَيْرًا

jika ia meninggalkan harta yang banyak,

الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالأَقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ

berwasiat untuk ibu-bapa dan karib kerabatnya secara ma`ruf,

حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ(180)

(ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.(180)

Tentang kadar "harta yang banyak" pada ayat ini terdapat perbedaan pendapat para ulama, dan pendapat yang terkuat adalah "tergantung kepada penilaian 'urf" yaitu kebiasaan yang berlaku pada suatu tempat… Bila seseorang yang didatangi tanda-tanda maut tersebut meninggalkan harta yang banyak, maka wajib baginya berwasiat secara ma'ruf (adil dan baik)… Wasiat tadi hendaklah dijalankan dengan sebaik-baiknya.

Setelah turun ayat tentang wasiat ini, maka turunlah ayat tentang warisan, yang memberi batasan bagian tertentu bagi ibu bapak dan ahli waris lainnya… Kemudian tidak membenarkan wasiat bagi ahli waris, berdasarkan sabda Rasulullah SAW:

"إِنَّ اللهَ قَدْ أَعْطَى كُلَّ ذِي حَقٍّ حَقَّهُ فَلاَ وَصِيَّةَ لِوَارِثٍ" رواه أصحاب السنن

"Sesungguhnya Allah telah memberikan hak kepada setiap yang mempunyai hak, maka tidak ada wasiat bagi waris." (HR. Ashhaabus sunan)

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِي اللهُ عَنْهُمَا قَالَ كَانَ الْمَالُ لِلْوَلَدِ وَكَانَتِ الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ فَنَسَخَ اللهُ مِنْ ذَلِكَ مَا أَحَبَّ فَجَعَلَ لِلذَّكَرِ مِثْلَ حَظِّ الأُنْثَيَيْنِ وَجَعَلَ لِلأَبَوَيْنِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسَ وَجَعَلَ لِلْمَرْأَةِ الثُّمُنَ وَالرُّبُعَ وَلِلزَّوْجِ الشَّطْرَ وَالرُّبُعَ

“Menurut keterangan Ibnu Abbas r.a.: Dahulunya harta warisan itu adalah bagi anak laki-laki, sedangkan wasiat adalah bagi ibu bapak. Kemudian Allah SWT menasakhkan (mengganti ketentuan) itu dengan yang lebih Ia sukai, lantas Ia SWT menetapkan bagian seorang anak laki-laki sama dengan dua orang anak perempuan. Dan Ia tetapkan bagian ibu bapak, masing–masingnya adalah seperenam (selagi masih ada anak) dan bagian untuk isteri seperdelapan (jika masih ada anak) dan seperempat (jika tidak ada anak). Sedangkan bagian suami seperdua (jika tidak ada anak) dan seperempat (jika ada anak).”(Al-Bukhari, kitabul Faraidh, bab X, nomor 6739.)

Selanjutnya, wasiat hanya disyari'atkan untuk mereka yang di luar ahli waris, yang telah diatur pembagiannya melalui hukum pewarisan (faraidh)… dengan ketentuan tidak boleh melebihi sepertiga harta…

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِي الله عَنْهمَا قَالَ لَوْ غَضَّ النَّاسُ إِلَى الرُّبْعِ ِلأَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الثُّلُثُ وَالثُّلُثُ كَثِيرٌ أَوْ كَبِيرٌ / البخارى في الوصايا/ 2538

"Bersumber dari Ibnu Abbas r.a. ia berkata: "Alangkah baiknya kalau manusia mengurangi wasiat kepada seperempat harta, karena Rasulullah SAW bersabda: "Wasiat itu sepertiga, sedang sepertiga itu sudah banyak." (Al-Bukhari. Kitabul washaya/ 2538)

Allah SWT mengajarkan kepada ummat mukmin untuk selalu menjaga hati dari fitnah yang mungkin akan meluluh lantakkan nilai-nilai kekerabatan, persaudaraan dan hubungan kasih sayang… untuk membendung kemungkinan buruk yang akan muncul di belakang hari dari pelaksanaan wasiat, maka Allah SWT menganjurkan kepada ummat mukmin:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا شَهَادَةُ بَيْنِكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ حِينَ الْوَصِيَّةِ اثْنَانِ ذَوَا عَدْلٍ مِنْكُمْ أَوْ ءَاخَرَانِ مِنْ غَيْرِكُمْ إِنْ أَنْتُمْ ضَرَبْتُمْ فِي الأَرْضِ فَأَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةُ الْمَوْتِ تَحْبِسُونَهُمَا مِنْ بَعْدِ الصَّلاَةِ فَيُقْسِمَانِ بِاللهِ إِنِ ارْتَبْتُمْ لاَ نَشْتَرِي بِهِ ثَمَنًا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى وَلاَ نَكْتُمُ شَهَادَةَ اللهِ إِنَّا إِذًا لَمِنَ الآثِمِينَ(106)

Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kematian, sedang dia akan berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu, jika kamu dalam perjalanan di muka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian. Kamu tahan kedua saksi itu sesudah sembahyang (untuk bersumpah), lalu mereka keduanya bersumpah dengan nama Allah jika kamu ragu-ragu: "(Demi Allah) kami tidak akan menukar sumpah ini dengan harga yang sedikit (untuk kepentingan seseorang), walaupun dia karib kerabat, dan tidak (pula) kami menyembunyikan persaksian Allah; sesungguhnya kami kalau demikian tentulah termasuk orang-orang yang berdosa".(QS. Al-Maidah: 106)

Pada ayat berikutnya datanglah penegasan Allah kepada orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan wasiat, agar senantiasa menegakkan nilai-nilai kejujuran dan keadilan; tidak mengkhianati saudaranya yang berwasiat yang telah berpulang ke rahmatullah… karena Allah SWT senantiasa memonitor segala tindak tanduk hambaNya di manapun berada!

فَمَنْ بَدَّلَهُ بَعْدَمَا سَمِعَهُ

Maka barangsiapa yang mengubah wasiat itu, setelah ia mendengarnya,

فَإِنَّمَا إِثْمُهُ عَلَى الَّذِينَ يُبَدِّلُونَهُ

maka sesungguhnya dosanya adalah bagi orang-orang yang mengubahnya.

إِنَّ اللهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ(181)

Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.(181)

فَمَنْ خَافَ مِنْ مُوصٍ جَنَفًا أَوْ إِثْمًا

(Akan tetapi) barangsiapa khawatir terhadap orang yang berwasiat itu, berlaku berat sebelah atau berbuat dosa,

Barangsiapa yang melihat orang yang berwasiat itu, tidak berlaku adil dan pilih kasih kepada orang-orang yang diberinya wasiat!

فَأَصْلَحَ بَيْنَهُمْ فَلاَ إِثْمَ عَلَيْهِ

lalu ia mendamaikan antara mereka, maka tidaklah ada dosa baginya.

Tidak berdosa mendamaikan orang yang berselisih lantaran persoalan wasiat, yang berpunca dari ketidak adilan dan pilih kasih dari yang berwasiat!

إِنَّ اللهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ(182)

Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(182)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar