Selasa, 18 Agustus 2015

TERJEMAHAN SURAT AL-BAQARAH AYAT 189 S/D 203

 PERANG FI SABILILLAH DAN HAJI

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ ظُهُورِهَا وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَى وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (189) وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلاَ تَعْتَدُوا إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ (190) وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُمْ مِنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ وَلاَ تُقَاتِلُوهُمْ عِنْدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ حَتَّى يُقَاتِلُوكُمْ فِيهِ فَإِنْ قَاتَلُوكُمْ فَاقْتُلُوهُمْ كَذَلِكَ جَزَاءُ الْكَافِرِينَ (191) فَإِنِ انْتَهَوْا فَإِنَّ اللهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (192) وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لاَ تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ ِللهِ فَإِنِ انْتَهَوْا فَلاَ عُدْوَانَ إِلاَّ عَلَى الظَّالِمِينَ(193) الشَّهْرُ الْحَرَامُ بِالشَّهْرِ الْحَرَامِ وَالْحُرُمَاتُ قِصَاصٌ فَمَنِ اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى عَلَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ(194) وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللهِ وَلاَ تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ(195) وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ ِللهِ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ وَلاَ تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ذَلِكَ لِمَنْ لَمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَاتَّقُوا اللهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ(196) الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلاَ رَفَثَ وَلاَ فُسُوقَ وَلاَ جِدَالَ فِي الْحَجِّ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللهُ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَاأُولِي الأَلْبَابِ (197) لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلاً مِنْ رَبِّكُمْ فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ وَاذْكُرُوهُ كَمَا هَدَاكُمْ وَإِنْ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّالِّينَ (198) ثُمَّ أَفِيضُوا مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُوا اللهَ إِنَّ اللهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (199) فَإِذَا قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللهَ كَذِكْرِكُمْ ءَابَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلاَقٍ (200) وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ(201) أُولَئِكَ لَهُمْ نَصِيبٌ مِمَّا كَسَبُوا وَاللهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ (202) وَاذْكُرُوا اللهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ تَعَجَّلَ فِي يَوْمَيْنِ فَلاَ إِثْمَ عَلَيْهِ وَمَنْ تَأَخَّرَ فَلاَ إِثْمَ عَلَيْهِ لِمَنِ اتَّقَى وَاتَّقُوا اللهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ(203)

Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.(189) Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.(190) Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir.(191) Kemudian jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(192) Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.(193) Bulan haram dengan bulan haram, dan pada sesuatu yang patut dihormati, berlaku hukum qishaash. Oleh sebab itu barang siapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.(194) Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.(195) Dan sempurnakanlah ibadah haji dan `umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfid-yah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan `umrah sebelum haji (didalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil-haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.(196) (Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.(197) Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari `Arafah, berzikir-lah kepada Allah di Masy`arilharam. Dan berzikir-lah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat.(198) Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (`Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(199) Apabila kamu telah menyelesai-kan ibadah hajimu, maka berzikirlah (dengan menyebut) Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyang-mu, atau (bahkan) berzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang berdo`a: "Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia", dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat.(200) Dan di antara mereka ada orang yang berdo`a: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka".(201) Mereka itulah orang-orang yang mendapat bahagian dari apa yang mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya.(202) Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang. Barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tiada dosa baginya. Dan barangsiapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa pula baginya bagi orang yang bertakwa. Dan bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah, bahwa kamu akan dikumpulkan kepada-Nya.(203)

URAIAN AYAT

Kumpulan ayat di atas mengandung penjelasan tentang bulan sabit dan koreksi serta perbaikan atas adat kebiasaan jahiliyah, yang mengharuskan seseorang memasuki rumah pada situasi tertentu dari arah belakang rumahnya… Kemudian diikuti oleh penjelasan tentang hukum berperang secara umum, hukum berperang pada bulan haram, dan hukum berperang di Masjidil Haram. Pada akhirnya dilanjutkan oleh penjelasan tentang syi'ar-syi'ar haji dan umrah seperti yang ditetapkan dan diajarkan Islam…

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الأَهِلَّةِ

Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit.

Terdapat beberapa riwayat yang menjelaskan tentang latar belakang sebab turun ayat ini, tetapi semuanya berhubungan dengan pertanyaan yang diajukan sahabat kepada Nabi SAW tentang Hilal (bulan sabit): Untuk apa diciptakan bulan sabit itu? Mengapa bulan sabit itu mulai timbul kecil sehalus benang, kemudian bertambah besar hingga bundar dan kembali seperti semula, tiada tetap bentuknya?

قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ

Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji;

Tanda-tanda waktu bagi manusia tentang tahallul dan ihram, tentang puasa dan berbuka, tentang nikah, thalak dan iddah, tentang mu'amalah dan perniagaan, tentang urusan agama dan dunia sekaligus…

Bulan sabit adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dalam arti yang seluas-luasnya, dan bagi pelaksanaan ibadah haji.

Kemudian sehubungan dengan itu datanglah ayat berikut yang berkaitan dengan adat jahiliyah, khususnya tentang haji, seperti yang dijumpai dalam Shaheh Al-Bukhari dan Muslim, dengan jalur riwayat yang bersumber dari Al-Barrak ia berkata: Dahulu orang-orang Anshar apabila telah pulang dari perjalanan haji, maka mereka tidak memasuki rumah dari pintunya, lalu salah seorang mereka memasuki rumah dari pintunya, seolah-olah perbuatannya ini suatu kesesatan, maka turun ayat "Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintunya…"

Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Syu'bah yang bersumber dari Ibnu Ishaq dari Al-Barrak ia berkata: Dahulu orang Anshar bila mereka kembali dari perjalanan, tidak seorangpun masuk rumah dari pintunya… maka turunlah ayat ini.

Apakah ini adat mereka dalam bepergian secara umum, atau dalam haji secara khusus, maka tidaklah dapat kita pastikan…! namun tampak nyata dalam penjelasan ayat bahwa mereka meyakini perbuatan itu adalah suatu amal kebajikan, atau bahagian dari ketentuan iman. Maka Al-Quran datang membuang pandangan hidup yang bathil ini, dan amalan yang memberatkan yang tidak berdasar ini. Al-Quran datang meluruskan pandangan hidup keimanan tentang kebajikan yang sesungguhnya… Kebajikan itu adalah taqwa… yaitu merasakan keberadaan Allah dan pengawasannya dalam semua sektor kehidupan; baik rahasia maupun nyata.

وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ ظُهُورِهَا وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَى

Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa.

وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ(189)

Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.(189)

Di sini hati terikat dengan hakikat keimanan yang orisinil yakni  taqwa… Hakikat ini terikat pula dengan pengharapan keberuntungan mutlak di dunia dan di akhirat. Ia membathalkan adat jahiliyah yang kosong dari perbekalan iman, mengarahkan orang mukmin untuk memahami nikmat Allah kepada mereka tentang bulan sabit yang dijadikan Allah sebagai tanda-tanda waktu bagi manusia dan bagi ibadah haji… semuanya terhimpun dalam satu ayat yang pendek ini…

Setelah itu datanglah penjelasan umum tentang perang, tentang perang di Masjidil Haram dan khususnya di bulan-bulan haram, begitu pula seruan berinfak di jalan Allah, yang sepenuhnya terikat dengan jihad…

Menurut sebagian riwayat ayat-ayat ini adalah wahyu yang pertama turun tentang perintah perang. Sebelumnya turun ayat dimana Allah mengizinkan orang-orang mukmin memerangi orang-orang kafir yang menzalimi mereka. Orang-orang mukmin merasa bahwa izin berperang ini adalah sebagai mukaddimah atas difardhukan jihad kepada mereka dan untuk meneguhkan mereka di bumi ini seperti yang dijanjikan Allah dalam ayat surat Al-Hajji:

أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ(39) الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ إِلاَّ أَنْ يَقُولُوا رَبُّنَا اللهُ وَلَوْلاَ دَفْعُ اللهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللهِ كَثِيرًا وَلَيَنْصُرَنَّ اللهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ اللهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ(40) الَّذِينَ إِنْ مَكَّنَّاهُمْ فِي الأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلاَةَ وَءَاتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ وَِللهِ عَاقِبَةُ الأُمُورِ(41)

Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu.(39) (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah". Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama) -Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.(40) (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma`ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.(QS.Al-Hajj: 39 sd 41)

Jadi mereka diberi izin, karena mereka dizalimi, mereka diberi isyarat agar membela diri dari kezaliman, setelah selama di Mekkah mereka dihambat dari demikian, dan kepada mereka dikatakan:

كُفُّوا أَيْدِيَكُمْ وَأَقِيمُوا الصَّلاَةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ

"Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat!" (QS.An-Nisak: 77)

Penahanan ini adalah demi suatu hikmah yang ditakdirkan Allah…

Sebab menahan diri antara lain adalah bertujuan untuk membiasakan jiwa mukminin bangsa Arab untuk sabar memegang teguh perintah, tunduk kepada pimpinan dan menunggu izin… dimana pada masa jahiliyah mereka sangat menjaga sifat saja'ah (keberanian), suka berkelahi dan tidak sabar menghadapi penindasan… Membangun ummat muslimah dengan peranannya yang agung adalah menghendaki orang-orang yang terkendali sifat-sifat kejiwaannya… terjamin kepatuhannya kepada kepemimpinan yang terukur dan teratur… ketaatan dalam hal yang terukur dan teratur, bahkan meskipun untuk itu harus berjuang melawan ketegangan urat syaraf yang sudah terbiasa dengan pergolakan, menjunjung tinggi sifat saja'ah, dan mudah berperang lantaran hal-hal sepele… Jadi tokoh generasi Islam pertama, seperti Umar bin Khattab yang memiliki semangat bernyala-nyala, dan Hamzah bin Abdul Mutthalib dengan darah mudanya yang mudah berkobar, serta orang-orang mukmin generasi pertama yang berwatak keras seperti mereka berdua, maka seluruh mereka terlebih dahulu harus bersabar menghadapi kekerasan yang menimpa pihak muslim dan mengendalikan ketegangan syaraf, menunggu perintah Rasulullah SAW, dan agar tunduk kepada perintah pimpinan tertinggi yang mengatakan kepada mereka: "Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat!" Dengan demikian, maka terwujudlah keseimbangan antara semangat bergejolak dengan pemikiran, antara keberanian dengan tadabbur, antara hati panas dengan kepatuhan… di dalam jiwa yang dipersiapkan demi urusan yang agung ini.

وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ

Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu,

Perangilah di jalan Allah… bukan perang atas motivasi lain… dan yang diperangi itu adalah orang yang memerangi kamu….

وَلاَ تَعْتَدُوا

(tetapi) janganlah kamu melampaui batas,

Mereka yang tidak terlibat tidak boleh diperangi. "Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil"(QS. Al-Mumtahanah: 8) Itulah sebabnya Rasul melarang menjadikan penduduk awam (non-combatants) sebagai sasaran. Beliau melarang membunuh anak-anak, para wanita, orang yang sudah tua, orang tidak berdaya, para rahib di biara-biara, para petani, dan lain-lainnya yang tidak terlibat dalam peperangan… Inilah prinsip peperangan dalam Islam yang jauh berbeda sama sekali dari yang dianut oleh agama lain…

Bandingkan saja dengan yang dilakukan oleh pihak Kristen… Ketika umat Islam menaklukkan Jerusalem, khalifah ‘Umar bin Khatthab mengumumkan pemberian jaminan keamanan bagi penganut agama lain. Tapi ketika tentera Salib datang merebut kota itu, anak-anak dilemparkan ke dinding, orang-orang dewasa dibakar, perut mereka dirobek untuk melihat apakah mereka ada menelan emas, orang-orang Yahudi digiring ke dalam sinagog mereka dan kemudian dibakar, hampir 70,000 orang mati dibunuh secara massal. Lihat Ameer Ali (1974), The Spirit of Islam. London: Chatto & Windus, h. 220). 

إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ(190)

karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.(190)

وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ

Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka,

وَأَخْرِجُوهُمْ مِنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ

dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah);

Kafir Quraisy menindas dan mengusir ummat Islam dari Mekah karena masalah agama… dan inilah suatu fitnah yang sangat besar…

وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ

dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan,

Tidak boleh berperang di Masjidil Haram, kecuali jika diserang:

وَلاَ تُقَاتِلُوهُمْ عِنْدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ

dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram,

حَتَّى يُقَاتِلُوكُمْ فِيهِ

kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu.

فَإِنْ قَاتَلُوكُمْ فَاقْتُلُوهُمْ

Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka.

كَذَلِكَ جَزَاءُ الْكَافِرِينَ(191)

Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir.(191)

فَإِنِ انْتَهَوْا فَإِنَّ اللهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ(192)

Kemudian jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(192)

وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لاَ تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ ِللهِ

Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah.

فَإِنِ انْتَهَوْا فَلاَ عُدْوَانَ إِلاَّ عَلَى الظَّالِمِينَ(193)

Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.(193)

Tidak boleh berperang pada bulan-bulan haram (Zulqi'dah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab), kecuali jika diserang terlebih dahulu

الشَّهْرُ الْحَرَامُ بِالشَّهْرِ الْحَرَامِ وَالْحُرُمَاتُ قِصَاصٌ

Bulan haram dengan bulan haram, dan pada sesuatu yang patut dihormati, berlaku hukum qishaash.

فَمَنِ اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى عَلَيْكُمْ

Oleh sebab itu barang siapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu.

وَاتَّقُوا اللهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ(194)

Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.(194)

Dari penjelasan Al-Quran ini tampak nyata bahwa tujuan perang dalam Islam adalah: (1) mempertahankan diri dari serangan musuh, (2) menghapuskan kezaliman dan penindasan, (3) mengakhiri peperangan dan mewujudkan perdamaian dan (4) menegakkan kebebasan ber-agama…

Di samping membutuhkan para pejuang, maka jihad memerlukan dana finansial dan perlengkapan yang menunjangnya…

وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللهِ وَلاَ تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ

Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan,

Tidak mau membelanjakan harta benda di jalan Allah adalah membinasakan diri dengan sifat kikir, membinasakan jamaah dengan kelemahan dan tak mampu mempertahankan diri dari serangan musuh.

وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ(195)

dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.(195)

Setelah itu, pembicaraan beralih kepada ibadah hajji dan umrah serta syiar-syiarnya:

وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ ِللهِ

Dan sempurnakanlah ibadah haji dan `umrah karena Allah.

Haji asal maknanya adalah "menyengaja sesuatu" atau "menziarahi". Haji menurut syara' adalah "sengaja mengunjungi Ka'bah untuk melakukan beberapa amal ibadah, dengan syarat-syarat yang tertentu". Umrah mempunyai pengertian yang sama dengan Haji… hanya saja haji dilakukan pada bulan tertentu dan mesti wuquf di 'Arafah, sedangkan umrah dapat dilakukan pada bulan-bulan manapun dan tidak wuquf di 'Arafah…

Sebagian mufassir memahami perintah dari ayat ini bahwa ia muncul berkaitan dengan fardhu haji. Sebagian lain memahami bahwa ia adalah perintah menyempurnakan ibadah haji bila telah dimulai begitu pula dengan umrah.

Dari perintah umum ini dapat dipahami bagaimana menyempurnakan haji dan umrah jika terkepung musuh atau sakit:

فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ

Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat,

Dalam kondisi sebegini rupa, maka orang yang mengerjakan haji atau umrah, hendaklah menyembelih hewan kurban yang mudah didapat dan bertahallul dari ihramnya di tempat itu, meskipun yang bersangkutan belum sampai ke Masjidil Haram dan belum mengerjakan syi'ar-syi'ar haji atau umrah, selain ihram di Miqat (yaitu tempat yang ditentukan dan masa yang tertentu bagi orang yang melaksanakan haji atau umrah, atau keduanya sekaligus, dengan meninggalkan pakaian yang berjahit, haram baginya mencukur atau menggunting rambut, memotong kuku, begitupun haram baginya memburu hewan daratan yang liar dan sebagainya…)

Peristiwa ini terjadi di Hudaibiyah sewaktu orang-orang kafir Quraisy menghalangi Nabi SAW bersama para sahabat meneruskan perjalanan ke Masjidil Haram pada tahun ke-enam Hijriyah, kemudian mereka bersama beliau mengadakan perjanjian damai (perdamaian Hudaibiyah), yang membolehkan Nabi SAW untuk umrah pada tahun mendatang… dengan turunnya ayat ini, maka Rasulullah SAW menyuruh kaum muslimin yang ikut bersama beliau untuk menyembelih korban di tempat itu dan bertahallul dari ihram, tetapi mereka merasa berat  bertahallul sebelum hewan kurban sampai ke tempat penyembelihan yang biasa, sehingga Nabi SAW menyembelih hewan kurbannya di hadapan mereka dan bertahallul dari ihram… lalu merekapun melaku-kannya…

Pengertian hewan kurban yang mudah didapat adalah hewan ternak berupa unta, sapi, kambing dan domda, dan boleh bersyerikat tujuh orang jamaah dalam seekor hewan kurban unta atau sapi, seperti yang terjadi pada umrah Hudaibiyah itu, sedangkan seekor kambing atau domba adalah untuk seorang dari jama'ah.

وَلاَ تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ

dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya.

Perintah ini berlaku dalam kondisi tidak terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka tidak boleh mencukur rambut – sebagai isyarat tahallul dari ihram haji atau umrah, atau keduanya sekaligus – kecuali setelah hewan kurban sampai ke tempat penyembelihannya, setelah wukuf di Arafah dan bertolak meninggalkannya. Penyembelihan hewan kurban berlang-sung di Mina pada hari ke-sepuluh Zulhijjah, dan pada waktu itu orang yang ihram bertahallul. Sebelum hewan kurban itu sampai ke tempat penyembelihan itu, maka tidak dibenarkan mencukur rambut, memotongnya, dan tidak boleh bertahallul.

Terdapat pengecualian dari ketentuan hukum yang umum ini:

فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ

Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfid-yah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban.

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Ka'ab bin Ujrah ditanya tentang firman Allah: "fafidyatum minshiyaamin aw shadaqatin aw nusuk" (QS 2: 196). Ia berceritera sebagai berikut:

"Ketika sedang melaksanakan umrah, saya merasa kepayahan, karena di rambut dan di muka saya bertebaran kutu. Ketika itu Rasulullah SAW melihat aku kepayahan karena penyakit pada rambutku itu. Maka turunlah: "fafidyatum minshiyaamin aw shadaqatin aw nusuk" (QS 2: 196), khusus tentang aku dan berlaku bagi semua orang. Rasulullah SAW bersabda: "Apakah kamu punya domba untuk fidyah?". Aku menjawab bahwa aku tidak memilikinya. Rasulullah SAW bersabda: "Berpuasalah kamu tiga hari, atau beri makanlah enam orang miskin, tiap orang setengah sha' (1, 5 liter) makanan, dan bercukurlah kamu". (HR. Al-Bukhari dari Ka'ab bin Ujrah)

Selanjut kembali kepada hukum umum dalam haji dan umrah:

فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ

Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan `umrah sebelum haji (didalam bulan haji),
فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ

 (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat.

Jika tidak terkepung atau terhalang musuh dan memungkinkan untuk melaksanakan syi'ar-syi'ar haji dan umrah. Maka barangsiapa yang hendak mengerjakan umrah sebelum haji di bulan haji, maka wajiblah ia menyembelih hewan kurban yang mudah didapat…

فَمَنْ لَمْ يَجِدْ

Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu),

فَصِيَامُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ

maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali.
تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ
Itulah sepuluh (hari) yang sempurna.

Berpuasa tiga hari pertama sebelum wukuf di 'Arafah di hari ke-sembilan Zulhijjah. Adapun tujuh hari selebihnya adalah setelah seseorang kembali dari haji ke kampung halamannya… itulah sepuluh hari yang sempurna.

Ketentuan ini berlaku bagi orang yang bukan penduduk kota Mekkah, maka bagi mereka hanya melakukan haji belaka… mereka tidak melakukan umrah sebelum haji, tidak tahallul antara umrah dengan haji. Jadi tidak wajib bagi mereka membayar fidyah dan berpuasa:

ذَلِكَ لِمَنْ لَمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ

Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil-haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah).

وَاتَّقُوا اللهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ(196)

Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.(196)

Hanya taqwa yang dapat menjamin tegaknya hukum-hukum ini. Yaitu takut kepada Allah, takut kepada siksaannya…

Selanjutnya datanglah penjelasan khusus tentang haji, waktu-waktunya dan adabnya:

الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ

(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi,

Berdasarkan kenyataan teks ayat ini, maka jelaslah bahwa haji hanya dapat dilaksanakan pada bulan-bulan tertentu yaitu: Syawal, Zulqi'dah dan sepuluh hari pertama bulan Zulhijjah…

فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ

barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji,


Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu dengan ihram mengerjakan haji…

فَلاَ رَفَثَ وَلاَ فُسُوقَ وَلاَ جِدَالَ فِي الْحَجِّ

maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji.

Rafats adalah jima' (bergaul suami isteri) dan hal-hal yang membangkitkannya… fusuq adalah melakukan perbuatan maksiat, baik besar maupun kecil… Jidal adalah berbantah-bantah yang membangkitkan amarah…

وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللهُ

Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya.

Jadi, hendaklah seorang mukmin itu selalu berbuat kebajikan, mengingat Allah dan menjauhi segala perbuatan yang mengundang murkaNya.

Kemudian ummat mukmin diseru untuk membekali diri dalam perjalanan haji, baik bekal jasmani maupun rohani… maka terdapat riwayat oleh Al-Bukhari yang bersumber dari Ibnu Abbas bahwa jama'ah penduduk Yaman berangkat haji tanpa perbekalan apa-apa dengan alasan tawakkal kepada Allah. Maka turunlah ayat ini:

وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَاأُولِي الأَلْبَابِ(197)

Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.(197)

Persiapkanlah bekalmu dalam perjalanan haji… sedangkan taqwa adalah bekal hati dan jiwa… taqwa memelihara diri dari meminta-minta dalam perjalanan haji… dengan taqwa orang mukmin meraih keselamatan di dunia dan di akhirat.

Setelah itu datanglah penjelasan tentang hukum berniaga atau mu'amalah lainnya di musim haji…

Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas, pada zaman jahiliyah terkenal pasar-pasar yang bernama 'Ukaz, Mijnah dan Zulmajaz. Kaum muslimin merasa berdosa apabila berdagang di musim haji di pasar itu. Mereka bertanya kepada Rasulullah SAW tentang hal itu, maka turunlah ayat 198 surat Al-Baqarah ini.

Menurut riwayat Ahmad, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Jarir, Al-Hakim dan lain-lain, yang bersumber dari Abu Umamah At-Taimi bertanya kepada Ibnu Umar tentang menyewakan kenderaan sambil menunaikan haji. Ibnu Umar menjawab: "pernah seorang laki-laki bertanya seperti itu kepada Rasulullah SAW, yang seketika itu juga turun "laisa 'alaikum junaahun an tabtaghu fadhlan minrabbikum". Rasulullah SAW memanggil orang itu dan bersabda: "Kamu termasuk orang yang menunaikan ibadah haji."

لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلاً مِنْ رَبِّكُمْ

Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu.

Jadi tidak berdosa bagi orang yang menunaikan ibadah haji melakukan kegiatan perniagaan dan mu'amalah lainnya di musim haji… dan hendaklah orang yang melakukannya merasakan bahwa mencari karunia Allah dalam kegiatannya itu…

فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ

Maka apabila kamu telah bertolak dari `Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masy`arilharam.

وَاذْكُرُوهُ كَمَا هَدَاكُمْ

Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu;

وَإِنْ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّالِّينَ(198)

dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat.(198)

Wuquf di 'Arafah adalah tonggak (rukun) perbuatan haji yang apabila tertinggal meng-akibatkan haji tidak sah. Diriwayatkan oleh Ashabus Sunan dengan isnad yang shaheh dari Ats-Tsauri dari Bakir, dari 'Athak, dari Abdirrahman ibnu Ma'mar Ad-Dailami ia berkata:

سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلَّمَ يَقُوْلُ : الحَجُّ عَرَفَاتٌ – ثَلاَثاً – فَمَنْ أَدْرَكَ عَرَفَةً فَقَدْ أَدْرَكَ. وَأَيَّامُ مِنَى ثَلاَثَةٌ. فَمَنْ تَعَجَّلَ فِى يَوْمَيْنِ فَلاَ إِثْمَ عَلَيْهِ، وَمَنْ تَأَخَّرَ فَلاَ إِثْمَ عَلَيْهِ...

"Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: Haji adalah (wuquf di) Arafah – tiga kali – maka baraangsiapa yang mendapati (wukuf di) 'Arafah sebelum terbit fajar, berarti ia telah mendapatkan (haji). Hari-hari Mina itu selama tiga hari. Maka barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tiada dosa baginya, dan barangsiapa yang memperlambat, maka tiada dosa baginya."

Wuquf di 'Arafah mulai dari tergelincir matahari (masuk waktu Zuhur) pada hari 'Arafah yaitu hari yang ke-sembilan Zulhijjah sampai terbit fajar di hari Nahar (sepuluh Zulhijjah).

Imam Al-Bukhari berkata: Kepada kami diceriterakan oleh Hisyam dari ayahnya dari 'Aisyah ia berkata: Dahulu orang-orang Quraisy dan yang seagama dengannya wuquf di Muzdalifah, mereka menyebutnya dengan al-hams (pemberani), sedang bangsa Arab lainnya wuquf di 'Arafah. Setelah kedatangan Islam, Nabi SAW memerintahkan agar mendatanginya, wuquf di sana, kemudian bertolak dari sana, itulah firman Allah:

ثُمَّ أَفِيضُوا مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ

Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (`Arafah)

وَاسْتَغْفِرُوا اللهَ إِنَّ اللهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ(199)

dan mohonlah ampun kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Mohonlah ampunan kepada Allah dari segala keangkuhan jahiliyah, dari segala dosa, maksiat dan mungkarat yang mungkin ada selama menunaikan haji dan sepanjang hidupmu!

Apabila selesai menunaikan haji, maka hendaklah selalu berzikir kepada Allah… Bila kita membaca riwayat yang berhubungan dengan sebab turun ayat, maka ayat 200 surat Al-Baqarah ini adalah berkaitan dengan sikap orang-orang jahiliyah setelah melaksanakan manasik haji, berdiri di jumrah menyebut-nyebut jasa nenek moyang di zaman jahiliyah, maka turunlah ayat 200 ini sebagai petunjuk yang harus dilakukan di sisi jumrah. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Mujahid.

Menurut sumber riwayat lain, orang-orang jahiliyah wuquf di musim haji. Sebagian mereka selalu membangga-banggakan nenek moyangnya yang telah membagi-bagikan makanan, meringan-kan beban, serta telah membayar diat (beban orang lain). Dengan kata lain di saat wuquf itu mereka menyebut-nyebut apa yang pernah dilakukan nenek moyangnya. Maka turunlah ayat 200 ini. Demikian diriwayatkan oleh Said bin Jubair dari Ibnu Abbas…

فَإِذَا قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْ

Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berzikirlah (dengan menyebut) Allah,


فَاذْكُرُوا اللهَ كَذِكْرِكُمْ ءَابَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا

sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan) berzikirlah lebih banyak dari itu.

Sebutlah nama Allah, seperti anak kecil berbicara menyebut-nyebut ayah dan bundanya… bahkan lebih dari itu!

 Kemudian datanglah ayat yang memberi petunjuk dalam berdo'a!

Manusia terbagi dua dalam berdo'a. Pertama adalah kelompok manusia yang perhatiannya hanya tertuju kepada kehidupan dunia semata, menyibukkan diri demi dunia, sedangkan perhatian mereka jauh sama sekali dari akhirat… demikianlah perbuatan sebagian orang Arab kampung yang mendatangi tempat wuquf di musim haji dan berdo'a: "Ya Allah! Jadikanlah tahun ini hujan yang cukup, tahun yang subur, tahun kelahiran anak laki-laki yang baik. Mereka sama sekali tidak menyebut akhirat. Menurut riwayat Ibnu Abbas, kepada golongan inilah turunnya ayat berikut:

فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا

Maka di antara manusia ada orang yang berdo`a: "Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia",

وَمَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلاَقٍ(200)

dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat.(200)

Kelompok kedua adalah orang-orang mukmin yang di samping berdo'a mengharapkan kebahagian di dunia, maka mereka tidak melupakan akhirat:

وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ

Dan di antara mereka ada orang yang berdo`a:

رَبَّنَا ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ(201)

"Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka".(201)

Jadi mereka memohon kebaikan di dunia dan di akhirat. Mereka tidak membatasi jenis kebajikan itu. Tetapi mereka berdo'a kepada Allah SWT agar memilihkan bagi mereka kebajikan itu, karena kebajikan adalah apa yang dipandang baik oleh Allah, bukan menurut pandangan manusia.

أُولَئِكَ لَهُمْ نَصِيبٌ مِمَّا كَسَبُوا

Mereka itulah orang-orang yang mendapat bahagian dari apa yang mereka usahakan;

Di sini tampak nyata bahwa Allah akan memberikan bahagian kepada mereka tergantung dengan apa yang mereka usahakan. Bahwa do'a harus diiringi dengan usaha. Sedangkan usaha manusia pasti diperhitungkan Allah.

وَاللهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ(202)

dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya.(202)

Kemudian hari-hari haji diakhiri dengan berzikir kepada Allah:

وَاذْكُرُوا اللهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ

Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang.

Menurut pendapat yang terkuat, yaitu; hari 'Arafah(9 Zulhijjah), hari nahar (10 Zulhijjah) dan hari-hari tasyriq (11, 12, 13 Zulhijjah)… Menurut Ikrimah: "Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang", yakni bertakbir pada hari-hari tasyriq setiap selesai shalat-shalat fardhu: Allahu Akbar, Allahu Akbar.

Berdasarkan kepada hadits yang bersumber dari Abdurrahman ibnu Ma'mar sebelumnya telah disebutkan:

وَأَيَّامُ مِنَى ثَلاَثَةٌ. فَمَنْ تَعَجَّلَ فِى يَوْمَيْنِ فَلاَ إِثْمَ عَلَيْهِ، وَمَنْ تَأَخَّرَ فَلاَ إِثْمَ عَلَيْهِ...

"…Hari-hari Mina itu selama tiga hari. Maka barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tiada dosa baginya, dan barangsiapa yang memperlambat, maka tiada dosa baginya."

Jadi hari-hari 'Arafah, hari nahar dan hari-hari tasyriq, semuanya baik untuk berzikir:

فَمَنْ تَعَجَّلَ فِي يَوْمَيْنِ فَلاَ إِثْمَ عَلَيْهِ

Barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tiada dosa baginya.

وَمَنْ تَأَخَّرَ فَلاَ إِثْمَ عَلَيْهِ لِمَنِ اتَّقَى

Dan barangsiapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa pula baginya bagi orang yang bertakwa.

وَاتَّقُوا اللهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ(203)

Dan bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah, bahwa kamu akan dikumpulkan kepada-Nya.(203)

Demikianlah, di dalam ayat-ayat tadi kita menemukan ketentuan Islam tentang pelaksanaan ibadah haji, mencabut akar-akar jahiliyah yang masih ada di dalamnya, lalu mengikatnya dengan ikatan Islam. Hanya Islam saja yang boleh diamalkan dalam segala sektor kehidupan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar