PERANG
FI SABILILLAH DAN HAJI
يَسْأَلُونَكَ
عَنِ الأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ وَلَيْسَ الْبِرُّ
بِأَنْ تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ ظُهُورِهَا وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَى
وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (189)
وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلاَ تَعْتَدُوا إِنَّ
اللهَ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ (190) وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ
وَأَخْرِجُوهُمْ مِنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ
وَلاَ تُقَاتِلُوهُمْ عِنْدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ حَتَّى يُقَاتِلُوكُمْ فِيهِ فَإِنْ
قَاتَلُوكُمْ فَاقْتُلُوهُمْ كَذَلِكَ جَزَاءُ الْكَافِرِينَ (191) فَإِنِ
انْتَهَوْا فَإِنَّ اللهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (192) وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لاَ
تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ ِللهِ فَإِنِ انْتَهَوْا فَلاَ عُدْوَانَ إِلاَّ
عَلَى الظَّالِمِينَ(193) الشَّهْرُ الْحَرَامُ بِالشَّهْرِ الْحَرَامِ
وَالْحُرُمَاتُ قِصَاصٌ فَمَنِ اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ
مَا اعْتَدَى عَلَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ مَعَ
الْمُتَّقِينَ(194) وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللهِ وَلاَ تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ
إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّ
اللهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ(195) وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ ِللهِ
فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ وَلاَ تَحْلِقُوا
رُءُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا
أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ
فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا
اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ فِي
الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ذَلِكَ
لِمَنْ لَمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَاتَّقُوا اللهَ
وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ(196) الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ
فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلاَ رَفَثَ وَلاَ فُسُوقَ وَلاَ جِدَالَ فِي
الْحَجِّ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللهُ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ
الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَاأُولِي الأَلْبَابِ (197) لَيْسَ عَلَيْكُمْ
جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلاً مِنْ رَبِّكُمْ فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ
عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ وَاذْكُرُوهُ كَمَا
هَدَاكُمْ وَإِنْ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّالِّينَ (198) ثُمَّ
أَفِيضُوا مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُوا اللهَ إِنَّ اللهَ
غَفُورٌ رَحِيمٌ (199) فَإِذَا قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللهَ
كَذِكْرِكُمْ ءَابَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ
رَبَّنَا ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلاَقٍ (200) وَمِنْهُمْ
مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً
وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ(201) أُولَئِكَ
لَهُمْ نَصِيبٌ مِمَّا كَسَبُوا وَاللهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ (202) وَاذْكُرُوا
اللهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ تَعَجَّلَ فِي يَوْمَيْنِ فَلاَ إِثْمَ
عَلَيْهِ وَمَنْ تَأَخَّرَ فَلاَ إِثْمَ عَلَيْهِ لِمَنِ اتَّقَى وَاتَّقُوا اللهَ
وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ(203)
Mereka bertanya kepadamu tentang
bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi
manusia dan (bagi ibadat) haji; Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah
dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa.
Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintunya; dan bertakwalah kepada Allah
agar kamu beruntung.(189) Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang
memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.(190) Dan bunuhlah mereka
di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah
mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan,
dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka
memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka
bunuhlah mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir.(191) Kemudian jika
mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.(192) Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah
lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka
berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali
terhadap orang-orang yang zalim.(193) Bulan haram dengan bulan haram, dan pada
sesuatu yang patut dihormati, berlaku hukum qishaash. Oleh sebab itu barang
siapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya
terhadapmu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta
orang-orang yang bertakwa.(194) Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan
Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan
berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat
baik.(195) Dan sempurnakanlah ibadah haji dan `umrah karena Allah. Jika kamu
terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban
yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di
tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di
kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfid-yah, yaitu: berpuasa
atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi
siapa yang ingin mengerjakan `umrah sebelum haji (didalam bulan haji),
(wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak
menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari
dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah
sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi
orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil-haram
(orang-orang yang bukan penduduk kota
Mekah). Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.(196)
(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan
niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat
fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan
berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya
sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang
berakal.(197) Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil
perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari `Arafah,
berzikir-lah kepada Allah di Masy`arilharam. Dan berzikir-lah (dengan menyebut)
Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum
itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat.(198) Kemudian bertolaklah kamu
dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (`Arafah) dan mohonlah ampun kepada
Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(199) Apabila kamu
telah menyelesai-kan ibadah hajimu, maka berzikirlah (dengan menyebut) Allah,
sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyang-mu, atau
(bahkan) berzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang
yang berdo`a: "Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia", dan
tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat.(200) Dan di antara
mereka ada orang yang berdo`a: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di
dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa
neraka".(201) Mereka itulah orang-orang yang mendapat bahagian dari apa
yang mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya.(202) Dan
berzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang.
Barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tiada
dosa baginya. Dan barangsiapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari
dua hari itu), maka tidak ada dosa pula baginya bagi orang yang bertakwa. Dan
bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah, bahwa kamu akan dikumpulkan
kepada-Nya.(203)
URAIAN AYAT
Kumpulan ayat di atas mengandung penjelasan tentang bulan
sabit dan koreksi serta perbaikan atas adat kebiasaan jahiliyah, yang
mengharuskan seseorang memasuki rumah pada situasi tertentu dari arah belakang
rumahnya… Kemudian diikuti oleh penjelasan tentang hukum berperang secara umum,
hukum berperang pada bulan haram, dan hukum berperang di Masjidil Haram. Pada
akhirnya dilanjutkan oleh penjelasan tentang syi'ar-syi'ar haji dan umrah
seperti yang ditetapkan dan diajarkan Islam…
يَسْأَلُونَكَ
عَنِ الأَهِلَّةِ
Mereka bertanya kepadamu tentang
bulan sabit.
Terdapat beberapa riwayat yang menjelaskan tentang latar
belakang sebab turun ayat ini, tetapi semuanya berhubungan dengan pertanyaan
yang diajukan sahabat kepada Nabi SAW tentang Hilal (bulan sabit): Untuk apa
diciptakan bulan sabit itu? Mengapa bulan sabit itu mulai timbul kecil sehalus
benang, kemudian bertambah besar hingga bundar dan kembali seperti semula,
tiada tetap bentuknya?
قُلْ
هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ
Katakanlah: "Bulan sabit itu
adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji;
Tanda-tanda waktu bagi manusia tentang tahallul dan ihram,
tentang puasa dan berbuka, tentang nikah, thalak dan iddah, tentang mu'amalah
dan perniagaan, tentang urusan agama dan dunia sekaligus…
Bulan sabit adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dalam arti
yang seluas-luasnya, dan bagi pelaksanaan ibadah haji.
Kemudian sehubungan dengan itu datanglah ayat berikut yang
berkaitan dengan adat jahiliyah, khususnya tentang haji, seperti yang dijumpai
dalam Shaheh Al-Bukhari dan Muslim, dengan jalur riwayat yang bersumber dari
Al-Barrak ia berkata: Dahulu orang-orang Anshar apabila telah pulang dari
perjalanan haji, maka mereka tidak memasuki rumah dari pintunya, lalu salah
seorang mereka memasuki rumah dari pintunya, seolah-olah perbuatannya ini suatu
kesesatan, maka turun ayat "Dan
bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan
itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari
pintunya…"
Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Syu'bah yang bersumber dari
Ibnu Ishaq dari Al-Barrak ia berkata: Dahulu orang Anshar bila mereka kembali
dari perjalanan, tidak seorangpun masuk rumah dari pintunya… maka turunlah ayat
ini.
Apakah ini adat mereka dalam bepergian secara umum, atau
dalam haji secara khusus, maka tidaklah dapat kita pastikan…! namun tampak
nyata dalam penjelasan ayat bahwa mereka meyakini perbuatan itu adalah suatu
amal kebajikan, atau bahagian dari ketentuan iman. Maka Al-Quran datang
membuang pandangan hidup yang bathil ini, dan amalan yang memberatkan yang
tidak berdasar ini. Al-Quran datang meluruskan pandangan hidup keimanan tentang
kebajikan yang sesungguhnya… Kebajikan itu adalah taqwa… yaitu merasakan
keberadaan Allah dan pengawasannya dalam semua sektor kehidupan; baik rahasia
maupun nyata.
وَلَيْسَ
الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ ظُهُورِهَا وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنِ
اتَّقَى
Dan bukanlah kebajikan memasuki
rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang
yang bertakwa.
وَأْتُوا
الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ(189)
Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari
pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.(189)
Di sini hati terikat dengan hakikat keimanan yang orisinil
yakni taqwa… Hakikat ini terikat pula
dengan pengharapan keberuntungan mutlak di dunia dan di akhirat. Ia
membathalkan adat jahiliyah yang kosong dari perbekalan iman, mengarahkan orang
mukmin untuk memahami nikmat Allah kepada mereka tentang bulan sabit yang
dijadikan Allah sebagai tanda-tanda waktu bagi manusia dan bagi ibadah haji…
semuanya terhimpun dalam satu ayat yang pendek ini…
Setelah itu datanglah penjelasan umum tentang perang,
tentang perang di Masjidil Haram dan khususnya di bulan-bulan haram, begitu
pula seruan berinfak di jalan Allah, yang sepenuhnya terikat dengan jihad…
Menurut sebagian riwayat ayat-ayat ini adalah wahyu yang
pertama turun tentang perintah perang. Sebelumnya turun ayat dimana Allah
mengizinkan orang-orang mukmin memerangi orang-orang kafir yang menzalimi
mereka. Orang-orang mukmin merasa bahwa izin berperang ini adalah sebagai
mukaddimah atas difardhukan jihad kepada mereka dan untuk meneguhkan mereka di
bumi ini seperti yang dijanjikan Allah dalam ayat surat Al-Hajji:
أُذِنَ
لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللهَ عَلَى نَصْرِهِمْ
لَقَدِيرٌ(39) الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ إِلاَّ أَنْ
يَقُولُوا رَبُّنَا اللهُ وَلَوْلاَ دَفْعُ اللهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ
لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ
اللهِ كَثِيرًا وَلَيَنْصُرَنَّ اللهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ اللهَ لَقَوِيٌّ
عَزِيزٌ(40) الَّذِينَ إِنْ مَكَّنَّاهُمْ فِي الأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلاَةَ
وَءَاتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ وَِللهِ
عَاقِبَةُ الأُمُورِ(41)
Telah diizinkan (berperang) bagi
orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan
sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu.(39) (yaitu)
orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang
benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah".
Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian
yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja,
rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak
disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)
-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.(40) (yaitu)
orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya
mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma`ruf
dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala
urusan.(QS.Al-Hajj: 39 sd 41)
Jadi mereka diberi izin, karena mereka dizalimi, mereka
diberi isyarat agar membela diri dari kezaliman, setelah selama di Mekkah
mereka dihambat dari demikian, dan kepada mereka dikatakan:
كُفُّوا
أَيْدِيَكُمْ وَأَقِيمُوا الصَّلاَةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ
"Tahanlah tanganmu (dari
berperang), dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat!" (QS.An-Nisak: 77)
Penahanan ini adalah demi suatu
hikmah yang ditakdirkan Allah…
Sebab menahan diri antara lain adalah bertujuan untuk
membiasakan jiwa mukminin bangsa Arab untuk sabar memegang teguh perintah,
tunduk kepada pimpinan dan menunggu izin… dimana pada masa jahiliyah mereka
sangat menjaga sifat saja'ah (keberanian), suka berkelahi dan tidak sabar menghadapi
penindasan… Membangun ummat muslimah dengan peranannya yang agung adalah
menghendaki orang-orang yang terkendali sifat-sifat kejiwaannya… terjamin kepatuhannya kepada
kepemimpinan yang terukur dan teratur… ketaatan dalam hal yang terukur dan
teratur, bahkan meskipun untuk itu harus berjuang melawan ketegangan urat syaraf yang sudah
terbiasa dengan pergolakan, menjunjung tinggi sifat saja'ah, dan mudah berperang lantaran hal-hal
sepele… Jadi tokoh generasi Islam pertama, seperti Umar bin Khattab yang memiliki semangat bernyala-nyala, dan Hamzah bin Abdul Mutthalib dengan darah mudanya yang mudah berkobar, serta orang-orang mukmin generasi pertama yang
berwatak keras seperti mereka berdua, maka seluruh mereka terlebih dahulu harus bersabar menghadapi
kekerasan yang menimpa pihak muslim dan mengendalikan ketegangan syaraf, menunggu
perintah Rasulullah SAW, dan agar tunduk kepada perintah pimpinan tertinggi
yang mengatakan kepada mereka: "Tahanlah
tanganmu (dari berperang), dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat!" Dengan demikian, maka terwujudlah
keseimbangan antara semangat bergejolak dengan pemikiran, antara keberanian
dengan tadabbur, antara hati panas dengan kepatuhan… di dalam jiwa yang
dipersiapkan demi urusan yang agung ini.
وَقَاتِلُوا
فِي سَبِيلِ اللهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ
Dan perangilah di jalan Allah
orang-orang yang memerangi kamu,
Perangilah di jalan Allah… bukan perang atas motivasi lain…
dan yang diperangi itu adalah orang yang memerangi kamu….
وَلاَ
تَعْتَدُوا
(tetapi) janganlah kamu melampaui
batas,
Mereka yang tidak terlibat tidak boleh diperangi. "Allah
tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang
yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil"(QS.
Al-Mumtahanah: 8) Itulah sebabnya Rasul melarang menjadikan penduduk awam
(non-combatants) sebagai sasaran. Beliau melarang membunuh anak-anak, para
wanita, orang yang sudah tua, orang tidak berdaya, para rahib di biara-biara,
para petani, dan lain-lainnya yang tidak terlibat dalam peperangan… Inilah
prinsip peperangan dalam Islam yang jauh berbeda sama sekali dari yang dianut
oleh agama lain…
Bandingkan saja dengan yang dilakukan oleh pihak
Kristen… Ketika umat Islam menaklukkan Jerusalem,
khalifah ‘Umar bin Khatthab mengumumkan pemberian jaminan keamanan bagi
penganut agama lain. Tapi ketika tentera Salib datang merebut kota itu, anak-anak dilemparkan ke dinding, orang-orang dewasa dibakar, perut
mereka dirobek untuk melihat apakah mereka ada menelan emas, orang-orang Yahudi
digiring ke dalam sinagog mereka dan kemudian dibakar, hampir 70,000 orang mati
dibunuh secara massal. Lihat Ameer Ali (1974), The Spirit of Islam. London: Chatto &
Windus, h. 220).
إِنَّ
اللهَ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ(190)
karena sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas.(190)
وَاقْتُلُوهُمْ
حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ
Dan bunuhlah mereka di mana saja
kamu jumpai mereka,
وَأَخْرِجُوهُمْ
مِنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ
dan usirlah mereka dari tempat
mereka telah mengusir kamu (Mekah);
Kafir Quraisy menindas dan mengusir ummat Islam dari Mekah
karena masalah agama… dan inilah suatu fitnah yang sangat besar…
وَالْفِتْنَةُ
أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ
dan fitnah itu lebih besar bahayanya
dari pembunuhan,
Tidak boleh berperang di Masjidil Haram, kecuali jika
diserang:
وَلاَ
تُقَاتِلُوهُمْ عِنْدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ
dan janganlah kamu memerangi mereka
di Masjidil Haram,
حَتَّى
يُقَاتِلُوكُمْ فِيهِ
kecuali jika mereka memerangi kamu
di tempat itu.
فَإِنْ
قَاتَلُوكُمْ فَاقْتُلُوهُمْ
Jika mereka memerangi kamu (di
tempat itu), maka bunuhlah mereka.
كَذَلِكَ
جَزَاءُ الْكَافِرِينَ(191)
Demikianlah balasan bagi orang-orang
kafir.(191)
فَإِنِ
انْتَهَوْا فَإِنَّ اللهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ(192)
Kemudian jika mereka berhenti (dari
memusuhi kamu), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.(192)
وَقَاتِلُوهُمْ
حَتَّى لاَ تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ ِللهِ
Dan perangilah mereka itu, sehingga
tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk
Allah.
فَإِنِ
انْتَهَوْا فَلاَ عُدْوَانَ إِلاَّ عَلَى الظَّالِمِينَ(193)
Jika mereka berhenti (dari memusuhi
kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang
zalim.(193)
Tidak boleh berperang pada bulan-bulan haram (Zulqi'dah,
Zulhijjah, Muharram dan Rajab), kecuali jika diserang terlebih dahulu
الشَّهْرُ
الْحَرَامُ بِالشَّهْرِ الْحَرَامِ وَالْحُرُمَاتُ قِصَاصٌ
Bulan haram dengan bulan haram, dan
pada sesuatu yang patut dihormati, berlaku hukum qishaash.
فَمَنِ
اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى عَلَيْكُمْ
Oleh sebab itu barang siapa yang
menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu.
وَاتَّقُوا
اللهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ(194)
Bertakwalah kepada Allah dan
ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.(194)
Dari penjelasan Al-Quran ini tampak nyata bahwa tujuan
perang dalam Islam adalah: (1) mempertahankan diri dari serangan musuh, (2)
menghapuskan kezaliman dan penindasan, (3) mengakhiri peperangan dan mewujudkan
perdamaian dan (4) menegakkan kebebasan ber-agama…
Di samping membutuhkan para pejuang, maka jihad memerlukan
dana finansial dan perlengkapan yang menunjangnya…
وَأَنْفِقُوا
فِي سَبِيلِ اللهِ وَلاَ تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
Dan belanjakanlah (harta bendamu) di
jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan,
Tidak mau membelanjakan harta benda di jalan Allah adalah
membinasakan diri dengan sifat kikir, membinasakan jamaah dengan kelemahan dan
tak mampu mempertahankan diri dari serangan musuh.
وَأَحْسِنُوا
إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ(195)
dan berbuat baiklah, karena
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.(195)
Setelah itu, pembicaraan beralih kepada ibadah hajji dan
umrah serta syiar-syiarnya:
وَأَتِمُّوا
الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ ِللهِ
Dan sempurnakanlah ibadah haji dan
`umrah karena Allah.
Haji asal maknanya adalah "menyengaja sesuatu" atau
"menziarahi". Haji menurut syara' adalah "sengaja mengunjungi
Ka'bah untuk melakukan beberapa amal ibadah, dengan syarat-syarat yang
tertentu". Umrah mempunyai pengertian yang sama dengan Haji… hanya saja
haji dilakukan pada bulan tertentu dan mesti wuquf di 'Arafah, sedangkan umrah
dapat dilakukan pada bulan-bulan manapun dan tidak wuquf di 'Arafah…
Sebagian mufassir memahami perintah dari ayat ini bahwa ia
muncul berkaitan dengan fardhu haji. Sebagian lain memahami bahwa ia adalah
perintah menyempurnakan ibadah haji bila telah dimulai begitu pula dengan
umrah.
Dari perintah umum ini dapat dipahami bagaimana
menyempurnakan haji dan umrah jika terkepung musuh atau sakit:
فَإِنْ
أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ
Jika kamu terkepung (terhalang oleh
musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat,
Dalam kondisi sebegini rupa, maka orang yang mengerjakan
haji atau umrah, hendaklah menyembelih hewan kurban yang mudah didapat dan
bertahallul dari ihramnya di tempat itu, meskipun yang bersangkutan belum
sampai ke Masjidil Haram dan belum mengerjakan syi'ar-syi'ar haji atau umrah,
selain ihram di Miqat (yaitu tempat yang ditentukan dan masa yang tertentu bagi
orang yang melaksanakan haji atau umrah, atau keduanya sekaligus, dengan
meninggalkan pakaian yang berjahit, haram baginya mencukur atau menggunting
rambut, memotong kuku, begitupun haram baginya memburu hewan daratan yang liar
dan sebagainya…)
Peristiwa ini terjadi di Hudaibiyah sewaktu orang-orang
kafir Quraisy menghalangi Nabi SAW bersama para sahabat meneruskan perjalanan
ke Masjidil Haram pada tahun ke-enam Hijriyah, kemudian mereka bersama beliau
mengadakan perjanjian damai (perdamaian Hudaibiyah), yang membolehkan Nabi SAW
untuk umrah pada tahun mendatang… dengan turunnya ayat ini, maka Rasulullah SAW
menyuruh kaum muslimin yang ikut bersama beliau untuk menyembelih korban di
tempat itu dan bertahallul dari ihram, tetapi mereka merasa berat bertahallul sebelum hewan kurban sampai ke
tempat penyembelihan yang biasa, sehingga Nabi SAW menyembelih hewan kurbannya
di hadapan mereka dan bertahallul dari ihram… lalu merekapun melaku-kannya…
Pengertian hewan kurban yang mudah didapat adalah hewan
ternak berupa unta, sapi, kambing dan domda, dan boleh bersyerikat tujuh orang
jamaah dalam seekor hewan kurban unta atau sapi, seperti yang terjadi pada
umrah Hudaibiyah itu, sedangkan seekor kambing atau domba adalah untuk seorang
dari jama'ah.
وَلاَ
تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ
dan jangan kamu mencukur kepalamu,
sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya.
Perintah ini berlaku dalam kondisi tidak terkepung (terhalang oleh
musuh atau karena sakit), maka tidak boleh mencukur rambut – sebagai isyarat tahallul
dari ihram haji atau umrah, atau keduanya sekaligus – kecuali setelah hewan
kurban sampai ke tempat penyembelihannya, setelah wukuf di Arafah dan bertolak
meninggalkannya. Penyembelihan hewan kurban berlang-sung di Mina pada hari
ke-sepuluh Zulhijjah, dan pada waktu itu orang yang ihram bertahallul. Sebelum
hewan kurban itu sampai ke tempat penyembelihan itu, maka tidak dibenarkan
mencukur rambut, memotongnya, dan tidak boleh bertahallul.
Terdapat pengecualian dari ketentuan hukum yang umum ini:
فَمَنْ
كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ
أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ
Jika ada di antaramu yang sakit atau
ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfid-yah,
yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban.
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Ka'ab bin Ujrah
ditanya tentang firman Allah: "fafidyatum minshiyaamin aw shadaqatin aw
nusuk" (QS 2: 196). Ia berceritera sebagai berikut:
"Ketika sedang melaksanakan umrah, saya merasa
kepayahan, karena di rambut dan di muka saya bertebaran kutu. Ketika itu
Rasulullah SAW melihat aku kepayahan karena penyakit pada rambutku itu. Maka
turunlah: "fafidyatum minshiyaamin aw shadaqatin aw nusuk" (QS 2:
196), khusus tentang aku dan berlaku bagi semua orang. Rasulullah SAW bersabda:
"Apakah kamu punya
domba untuk fidyah?". Aku menjawab bahwa aku tidak memilikinya. Rasulullah SAW
bersabda: "Berpuasalah
kamu tiga hari, atau beri makanlah enam orang miskin, tiap orang setengah sha'
(1, 5 liter) makanan, dan bercukurlah kamu". (HR. Al-Bukhari dari Ka'ab bin Ujrah)
Selanjut kembali kepada hukum umum dalam haji dan umrah:
فَإِذَا
أَمِنْتُمْ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ
Apabila kamu telah (merasa) aman,
maka bagi siapa yang ingin mengerjakan `umrah sebelum haji (didalam bulan
haji),
فَمَا
اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ
(wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah
didapat.
Jika tidak terkepung atau terhalang musuh dan memungkinkan
untuk melaksanakan syi'ar-syi'ar haji dan umrah. Maka barangsiapa yang hendak
mengerjakan umrah sebelum haji di bulan haji, maka wajiblah ia menyembelih
hewan kurban yang mudah didapat…
فَمَنْ
لَمْ يَجِدْ
Tetapi jika ia tidak menemukan
(binatang korban atau tidak mampu),
فَصِيَامُ
ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ
maka wajib berpuasa tiga hari dalam
masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali.
تِلْكَ
عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ
Itulah sepuluh (hari) yang sempurna.
Berpuasa tiga hari pertama sebelum wukuf di 'Arafah
di hari ke-sembilan Zulhijjah. Adapun tujuh hari selebihnya adalah setelah
seseorang kembali dari haji ke kampung halamannya… itulah sepuluh hari yang
sempurna.
Ketentuan ini berlaku bagi orang yang bukan penduduk kota Mekkah, maka bagi
mereka hanya melakukan haji belaka… mereka tidak melakukan umrah sebelum haji,
tidak tahallul antara umrah dengan haji. Jadi tidak wajib bagi mereka membayar
fidyah dan berpuasa:
ذَلِكَ
لِمَنْ لَمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ
Demikian itu (kewajiban membayar
fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar)
Masjidil-haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah).
وَاتَّقُوا
اللهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ(196)
Dan bertakwalah kepada Allah dan
ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.(196)
Hanya taqwa yang dapat menjamin tegaknya hukum-hukum ini.
Yaitu takut kepada Allah, takut kepada siksaannya…
Selanjutnya datanglah penjelasan khusus tentang haji,
waktu-waktunya dan adabnya:
الْحَجُّ
أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ
(Musim) haji adalah beberapa bulan
yang dimaklumi,
Berdasarkan kenyataan teks ayat ini, maka jelaslah bahwa
haji hanya dapat dilaksanakan pada bulan-bulan tertentu yaitu: Syawal,
Zulqi'dah dan sepuluh hari pertama bulan Zulhijjah…
فَمَنْ
فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ
barangsiapa yang menetapkan niatnya
dalam bulan itu akan mengerjakan haji,
Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu dengan
ihram mengerjakan haji…
فَلاَ
رَفَثَ وَلاَ فُسُوقَ وَلاَ جِدَالَ فِي الْحَجِّ
maka tidak boleh rafats, berbuat
fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji.
Rafats adalah jima' (bergaul suami isteri) dan hal-hal yang
membangkitkannya… fusuq adalah melakukan perbuatan maksiat, baik besar
maupun kecil… Jidal adalah berbantah-bantah yang membangkitkan amarah…
وَمَا
تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللهُ
Dan apa yang kamu kerjakan berupa
kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya.
Jadi, hendaklah seorang mukmin itu selalu berbuat kebajikan,
mengingat Allah dan menjauhi segala perbuatan yang mengundang murkaNya.
Kemudian ummat mukmin diseru untuk membekali diri dalam
perjalanan haji, baik bekal jasmani maupun rohani… maka terdapat riwayat oleh
Al-Bukhari yang bersumber dari Ibnu Abbas bahwa jama'ah penduduk Yaman
berangkat haji tanpa perbekalan apa-apa dengan alasan tawakkal kepada Allah.
Maka turunlah ayat ini:
وَتَزَوَّدُوا
فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَاأُولِي الأَلْبَابِ(197)
Berbekallah, dan sesungguhnya
sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang
berakal.(197)
Persiapkanlah bekalmu dalam perjalanan haji… sedangkan taqwa
adalah bekal hati dan jiwa… taqwa memelihara diri dari meminta-minta dalam
perjalanan haji… dengan taqwa orang mukmin meraih keselamatan di dunia dan di
akhirat.
Setelah itu datanglah penjelasan tentang hukum berniaga atau
mu'amalah lainnya di musim haji…
Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas, pada zaman
jahiliyah terkenal pasar-pasar yang bernama 'Ukaz, Mijnah dan Zulmajaz. Kaum
muslimin merasa berdosa apabila berdagang di musim haji di pasar itu. Mereka
bertanya kepada Rasulullah SAW tentang hal itu, maka turunlah ayat 198 surat Al-Baqarah ini.
Menurut riwayat Ahmad, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Jarir, Al-Hakim
dan lain-lain, yang bersumber dari Abu Umamah At-Taimi bertanya kepada Ibnu
Umar tentang menyewakan kenderaan sambil menunaikan haji. Ibnu Umar menjawab:
"pernah seorang laki-laki bertanya seperti itu kepada Rasulullah SAW, yang
seketika itu juga turun "laisa 'alaikum junaahun an tabtaghu fadhlan
minrabbikum". Rasulullah SAW memanggil orang itu dan bersabda: "Kamu
termasuk orang yang menunaikan ibadah haji."
لَيْسَ
عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلاً مِنْ رَبِّكُمْ
Tidak ada dosa bagimu untuk mencari
karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu.
Jadi tidak berdosa bagi orang yang menunaikan ibadah haji
melakukan kegiatan perniagaan dan mu'amalah lainnya di musim haji… dan
hendaklah orang yang melakukannya merasakan bahwa mencari karunia Allah dalam
kegiatannya itu…
فَإِذَا
أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ
Maka apabila kamu telah bertolak
dari `Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masy`arilharam.
وَاذْكُرُوهُ
كَمَا هَدَاكُمْ
Dan berzikirlah (dengan menyebut)
Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu;
وَإِنْ
كُنْتُمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّالِّينَ(198)
dan sesungguhnya kamu sebelum itu
benar-benar termasuk orang-orang yang sesat.(198)
Wuquf di 'Arafah adalah tonggak (rukun) perbuatan haji yang
apabila tertinggal meng-akibatkan haji tidak sah. Diriwayatkan oleh Ashabus
Sunan dengan isnad yang shaheh dari Ats-Tsauri dari Bakir, dari 'Athak, dari
Abdirrahman ibnu Ma'mar Ad-Dailami ia berkata:
سَمِعْتُ
رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلَّمَ يَقُوْلُ : الحَجُّ عَرَفَاتٌ – ثَلاَثاً –
فَمَنْ أَدْرَكَ عَرَفَةً فَقَدْ أَدْرَكَ. وَأَيَّامُ مِنَى ثَلاَثَةٌ. فَمَنْ
تَعَجَّلَ فِى يَوْمَيْنِ فَلاَ إِثْمَ عَلَيْهِ، وَمَنْ تَأَخَّرَ فَلاَ إِثْمَ
عَلَيْهِ...
"Aku mendengar Rasulullah SAW
bersabda: Haji adalah (wuquf di) Arafah – tiga kali – maka baraangsiapa yang
mendapati (wukuf di) 'Arafah sebelum terbit fajar, berarti ia telah mendapatkan
(haji). Hari-hari Mina itu selama tiga hari. Maka barangsiapa yang ingin cepat
berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tiada dosa baginya, dan
barangsiapa yang memperlambat, maka tiada dosa baginya."
Wuquf di 'Arafah mulai dari tergelincir matahari (masuk
waktu Zuhur) pada hari 'Arafah yaitu hari yang ke-sembilan Zulhijjah sampai
terbit fajar di hari Nahar (sepuluh Zulhijjah).
Imam Al-Bukhari berkata: Kepada kami diceriterakan oleh
Hisyam dari ayahnya dari 'Aisyah ia berkata: Dahulu orang-orang Quraisy dan
yang seagama dengannya wuquf di Muzdalifah, mereka menyebutnya dengan al-hams
(pemberani), sedang bangsa Arab lainnya wuquf di 'Arafah. Setelah kedatangan
Islam, Nabi SAW memerintahkan agar mendatanginya, wuquf di sana, kemudian bertolak dari sana, itulah firman Allah:
ثُمَّ
أَفِيضُوا مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ
Kemudian bertolaklah kamu dari
tempat bertolaknya orang-orang banyak (`Arafah)
وَاسْتَغْفِرُوا
اللهَ إِنَّ اللهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ(199)
dan mohonlah ampun kepada Allah;
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Mohonlah ampunan kepada Allah dari segala keangkuhan
jahiliyah, dari segala dosa, maksiat dan mungkarat yang mungkin ada selama
menunaikan haji dan sepanjang hidupmu!
Apabila selesai menunaikan haji, maka hendaklah selalu
berzikir kepada Allah… Bila kita membaca riwayat yang berhubungan dengan sebab
turun ayat, maka ayat 200 surat Al-Baqarah ini adalah berkaitan dengan sikap
orang-orang jahiliyah setelah melaksanakan manasik haji, berdiri di jumrah
menyebut-nyebut jasa nenek moyang di zaman jahiliyah, maka turunlah ayat 200
ini sebagai petunjuk yang harus dilakukan di sisi jumrah. Diriwayatkan oleh
Ibnu Jarir yang bersumber dari Mujahid.
Menurut sumber riwayat lain, orang-orang jahiliyah wuquf di
musim haji. Sebagian mereka selalu membangga-banggakan nenek moyangnya yang
telah membagi-bagikan makanan, meringan-kan beban, serta telah membayar diat
(beban orang lain). Dengan kata lain di saat wuquf itu mereka menyebut-nyebut
apa yang pernah dilakukan nenek moyangnya. Maka turunlah ayat 200 ini. Demikian
diriwayatkan oleh Said bin Jubair dari Ibnu Abbas…
فَإِذَا
قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْ
Apabila kamu telah menyelesaikan
ibadah hajimu, maka berzikirlah (dengan menyebut) Allah,
فَاذْكُرُوا
اللهَ كَذِكْرِكُمْ ءَابَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا
sebagaimana kamu menyebut-nyebut
(membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan) berzikirlah lebih banyak
dari itu.
Sebutlah nama Allah, seperti anak kecil berbicara
menyebut-nyebut ayah dan bundanya… bahkan lebih dari itu!
Kemudian datanglah ayat yang memberi petunjuk dalam berdo'a!
Manusia terbagi dua dalam berdo'a. Pertama adalah kelompok
manusia yang perhatiannya hanya tertuju kepada kehidupan dunia semata,
menyibukkan diri demi dunia, sedangkan perhatian mereka jauh sama sekali dari
akhirat… demikianlah perbuatan sebagian orang Arab kampung yang mendatangi
tempat wuquf di musim haji dan berdo'a: "Ya Allah! Jadikanlah tahun ini
hujan yang cukup, tahun yang subur, tahun kelahiran anak laki-laki yang baik.
Mereka sama sekali tidak menyebut akhirat. Menurut riwayat Ibnu Abbas, kepada
golongan inilah turunnya ayat berikut:
فَمِنَ
النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا
Maka di antara manusia ada orang
yang berdo`a: "Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia",
وَمَا
لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلاَقٍ(200)
dan tiadalah baginya bahagian (yang
menyenangkan) di akhirat.(200)
Kelompok kedua adalah orang-orang mukmin yang di samping
berdo'a mengharapkan kebahagian di dunia, maka mereka tidak melupakan akhirat:
وَمِنْهُمْ
مَنْ يَقُولُ
Dan di antara mereka ada orang yang
berdo`a:
رَبَّنَا
ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ(201)
"Ya Tuhan kami, berilah kami
kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa
neraka".(201)
Jadi mereka memohon kebaikan di dunia dan di akhirat. Mereka
tidak membatasi jenis kebajikan itu. Tetapi mereka berdo'a kepada Allah SWT
agar memilihkan bagi mereka kebajikan itu, karena kebajikan adalah apa yang
dipandang baik oleh Allah, bukan menurut pandangan manusia.
أُولَئِكَ
لَهُمْ نَصِيبٌ مِمَّا كَسَبُوا
Mereka itulah orang-orang yang mendapat
bahagian dari apa yang mereka usahakan;
Di sini tampak nyata bahwa Allah akan memberikan bahagian
kepada mereka tergantung dengan apa yang mereka usahakan. Bahwa do'a harus
diiringi dengan usaha. Sedangkan usaha manusia pasti diperhitungkan Allah.
وَاللهُ
سَرِيعُ الْحِسَابِ(202)
dan Allah sangat cepat
perhitungan-Nya.(202)
Kemudian hari-hari haji diakhiri dengan berzikir kepada
Allah:
وَاذْكُرُوا
اللهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ
Dan berzikirlah (dengan menyebut)
Allah dalam beberapa hari yang berbilang.
Menurut pendapat yang terkuat, yaitu; hari 'Arafah(9
Zulhijjah), hari nahar (10 Zulhijjah) dan hari-hari tasyriq (11, 12, 13
Zulhijjah)… Menurut Ikrimah: "Dan
berzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang", yakni bertakbir
pada hari-hari tasyriq setiap selesai shalat-shalat fardhu: Allahu Akbar,
Allahu Akbar.
Berdasarkan kepada hadits yang bersumber dari Abdurrahman
ibnu Ma'mar sebelumnya telah disebutkan:
وَأَيَّامُ
مِنَى ثَلاَثَةٌ. فَمَنْ تَعَجَّلَ فِى يَوْمَيْنِ فَلاَ إِثْمَ عَلَيْهِ، وَمَنْ
تَأَخَّرَ فَلاَ إِثْمَ عَلَيْهِ...
"…Hari-hari Mina itu selama
tiga hari. Maka barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua
hari, maka tiada dosa baginya, dan barangsiapa yang memperlambat, maka tiada
dosa baginya."
Jadi hari-hari 'Arafah, hari nahar dan hari-hari tasyriq,
semuanya baik untuk berzikir:
فَمَنْ
تَعَجَّلَ فِي يَوْمَيْنِ فَلاَ إِثْمَ عَلَيْهِ
Barangsiapa yang ingin cepat
berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tiada dosa baginya.
وَمَنْ
تَأَخَّرَ فَلاَ إِثْمَ عَلَيْهِ لِمَنِ اتَّقَى
Dan barangsiapa yang ingin
menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa pula
baginya bagi orang yang bertakwa.
وَاتَّقُوا
اللهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ(203)
Dan bertakwalah kepada Allah, dan
ketahuilah, bahwa kamu akan dikumpulkan kepada-Nya.(203)
Demikianlah, di dalam ayat-ayat tadi kita menemukan
ketentuan Islam tentang pelaksanaan ibadah haji, mencabut akar-akar jahiliyah
yang masih ada di dalamnya, lalu mengikatnya dengan ikatan Islam. Hanya Islam
saja yang boleh diamalkan dalam segala sektor kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar